Pada jangka pendek, stunting memiliki beberapa gejala pada masa kanak-kanak seperti hambatan perkembangan, penurunan fungsi kekebalan anak, penurunan fungsi kognitif, dan gangguan sistem pembakaran.
"Anak yang stunting jaringan otaknya cuma sedikit, sehingga dampaknya pada perkembangan otak dan bisa menyebabkan anak lama mencerna stimulus," ucap Dr dr Damayanti R. Sjarif, SpA(K), dokter spesialis anak pada Divisi Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI-RSCM, pada diskusi media oleh Tetra Pak di Hotel Intercontinental pada Kamis (2/7/2015).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
https://health.detik.com/read/2015/06/26/120405/2953118/764/ikut-siapkan-mpasi-bergizi-ayah-bisa-bantu-cegah-anak-stunting-lho
Makanan bernutrisi sangat berperan besar dalam pertumbuhan otak terutama pada batita yang mengalami pertumbuhan otak sebesar 95 persen. Sehingga anak yang mengalami malnutrisi memiliki IQ yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang nutrisinya cukup.
dr Damayanti juga menjelaskan bahwa anak yang pernah mengalami gizi buruk dan stunting mengalami hambatan perkembangan kognitif sebesar 10 persen.
Stunting juga memiliki jangka panjang meliputi obesitas, penurunan toleransi glukosa, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan osteoporosis.
"Anak yang mengonsumsi sedikit nutrisi bisa terhambat pertumbuhannya dan juga menyebabkan gangguan pembakaran lemak atau kemampuan yang kurang untuk menyerap oksidasi lemak. Akibatnya bisa pada obesitas," ungkap dr Damayanti.
Untuk mencegah stunting orang tua perlu melakukan deteksi dini pada anak dengan rajin berkonsultasi dan mengukur berat dan tinggi badan anak. Selain itu, orang tua juga harus lebih memperhatikan kandungan gizi dan nutrisi pada anak.
Baca juga: Studi: 1 dari 3 Ibu Bekerja Berpotensi Memiliki Anak Stunting
https://health.detik.com/read/2015/06/23/193400/2950352/764/studi-1-dari-3-ibu-bekerja-berpotensi-memiliki-anak-stunting
(ajg/up)











































