Soal Infeksi Hepatitis, Pengidap HIV Disebut Lebih 'Beruntung'

Hari Hepatitis Sedunia

Soal Infeksi Hepatitis, Pengidap HIV Disebut Lebih 'Beruntung'

AN Uyung Pramudiarja - detikHealth
Selasa, 28 Jul 2015 17:06 WIB
Soal Infeksi Hepatitis, Pengidap HIV Disebut Lebih Beruntung
Foto: AN Uyung Pramudiarja
Jakarta - Karena merasa tidak berisiko, diyakini ada banyak pasien hepatitis di Indonesia yang tidak menyadari status infeksinya. Dalam hal ini, pengidap HIV (Human Imunodeficiency Virus) dianggap lebih 'beruntung'.

Aditya Wardhana dari Indonesian AIDS Coallition (IAC) menyampaikan hal itu saat menemui perwakilan kementerian kesehatan siang ini. Menurutnya, skrining yang baik memudahkan para pengidap HIV untuk tahu status koinfeksi hepatitis yang diidapnya.

"Kalau dari kelompok HIV-AIDS terus terang kami bisa bilang teman-teman cukup beruntung, skrining cukup baik sehingga mereka tahu status," kata pria yang akrab disapa Edo tersebut, saat berbicara di kantor Kementerian Kesehatan, Jl HR Rasuna Said Jakarta Selatan, Selasa (28/7/2015).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Edo meyakini, pengidap hepatitis justru banyak berasal dari kelompok yang selama ini dipandang tidak berisiko. Mereka adalah generasi baby boomers, yang menerima transfusi sebelum tahun 1995 ketika skrining hepatitis belum dilakukan untuk donor darah.

Di antara kelompok ini, terdapat kaum ibu dan anak-anak yang tidak menggunakan narkoba maupun gonta-ganti pasangan seksual. Kelompok ini kerap terlupakan karena menurut anggapan sebagian masyarakat, hepatitis C merupakan 'penyakit moral' akibat perilaku tertentu.

Baca juga: 4 Pesan WHO untuk Mencegah Hepatitis

Ayu Oktariani dari Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) mendesak pemerintah untuk memperjuangkan obat murah bagi pasien hepatitis. Baginya, pengobatan HIV yang selama ini didapatnya secara gratis akan sia-sia kalau pada akhirnya dirinya tetap harus meninggal karena hepatitis C.

Bersama Edo dan 2 rekan lainnya, Ayu beruntung bisa mengakses obat terbaru untuk hepatitis yang didapatnya dari India melalui perjuangan yang cukup panjang. Ini adalah minggu ketiga mereka mengonsumsi obat tersebut, dan hasil pemeriksaan fibroscan menunjukkan fungsi hatinya cukup normal.

Sayangnya tidak semua pasien hepatitis seberuntung Ayu dan ketiga rekannya. Obat ini bahkan belum beredar di Indonesia karena belum terdaftar di BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), dan kalaupun sudah terdaftar harganya dipastikan sangat mahal.

Ada dua hal yang menurut Edo dan Ayu bisa membuat pasien hepatitis bisa mengakses obat terbaik untuk penyakitnya. Pertama adalah mempercepat proses pengurusan izin edarnya, dan yang kedua adalah memasukkannya ke dalam formularium JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).

"Saya tidak mau sembuh sendiri, saya mau teman-teman saya juga sehat," tutur Ayu dengan suara bergetar, nyaris terisak.

Baca juga: Kenali Perbedaan Hepatitis A, B, C, D dan E (up/vit)

Berita Terkait