Fakta-fakta tentang Bunuh Diri yang Perlu Diketahui

Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia

Fakta-fakta tentang Bunuh Diri yang Perlu Diketahui

Nurvita Indarini - detikHealth
Kamis, 10 Sep 2015 12:00 WIB
Fakta-fakta tentang Bunuh Diri yang Perlu Diketahui
Foto: Thinkstock
Jakarta - Hari ini, 10 September, diperingati sebagai Hari Pencegahan Bunuh Diri Internasional. Bunuh diri menjadi perhatian karena di beberapa negara bunuh diri menjadi salah satu penyebab kematian terbesar. Dikutip dari berbagai sumber dan ditulis pada Kamis (10/9/2015), berikut ini fakta-fakta tentang bunuh diri:

1. Gaya Menulis dan Risiko Bunuh Diri

Gaya menulis seseorang bisa dikaitkan dengan apa yang terjadi pada dirinya. Kreativitas, depresi, dan bunuh diri memang telah lama dikaitkan. Beberapa penulis terkenal yang melakukan bunuh diri antara lain Ernest Hemingway, Sylvia Plath, dan David Foster Wallace.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para penulis itu memiliki persamaan, di mana dalam penulisannya dilumuri kisah bunuh diri. Bahkan Ernest Hemingway, melalui karyanya, disebut sangat terobsesi dengan kematian.

2. Depresi Tak Melulu Sebab Bunuh Diri

Depresi kerap dikaitkan dengan aktivitas bunuh diri. Padahal tidak demikian. Menurut dr Marcia Valenstein, peneliti di Department of Veterans Affairs Health Services Research and Development Service, dua dari tiga orang yang bunuh diri mengalami depresi. Akan tetapi jangan dikesampingkan, bahwa satu dari tiga orang yang mengonsumsi alkohol juga terlibat dalam aksi bunuh diri. Demikian dikutip dari Health.

Foto: Thinkstock

3. Tidak Benar Negara Miskin Angka Bunuh Dirinya Lebih Tinggi

Serba kekurangan secara finansial umumnya akan membawa tekanan hidup tersendiri. Tapi tidak serta merta negara miskin yang penduduknya banyak kekurangan materi menjadi penyumbang angka bunuh diri terbesar.

Negara dengan pendapat rendah seperti negara-negara di kawasan Amerika Latin angka bunuh dirinya tidak setinggi negara-negara yang lebih kaya. Rusia, Jepang dan Perancis merupakan negara yang dinilai kaya dan memiliki angka bunuh diri cukup tinggi. Demikian pula dengan Amerika Serikat.

Sekitar 54 dari setiap 100.000 orang di Rusia, misalnya, melakukan bunuh diri setiap tahun. Konsumsi alkohol yang cukup tinggi dianggap sebagai faktor yang bertanggung jawab.

4. Upaya Bunuh Diri Sering Gagal

Dikatakan dr Valenstein, hanya 1 dari setiap 10 sampai 25 upaya bunuh diri yang benar-benar menyebabkan kematian. Nah, untuk lebih menurunkan kegagalan bunuh diri, maka cara yang bisa dilakukan adalah dengan menghilangkan sarana yang bisa digunakan untuk bunuh diri.

Sarana yang bisa digunakan untuk bunuh diri antara lain obat-obatan yang mudah digunakan sebagai 'racun' dan senjata yang mematikan. Jika 'sarana bunuh diri' begitu terlihat di depan mata, maka orang yang dalam pikirannya terus-menerus ingin bunuh diri lebih termotivasi untuk merealisasikan keinginannya.

Foto: Thinkstock

5. Bunuh Diri Bisa Ditiru

Upaya bunuh diri yang dilakukan seseorang bisa menginspirasi orang lainnya. Karena itu dr Valenstein mengimbau kepada para jurnalis untuk tidak memaparkan secara detail dalam beritanya bagaimana seseorang mengakhiri nyawanya.

Perlu juga disampaikan dalam setiap pemberitaan tentang pentingnya mendeteksi dan mencari bantuan untuk orang-orang yang rentan melakukan bunuh diri.

6. Laki-laki Lebih Berisiko

Data menyebut perempuan tiga kali lebih banyak daripada laki-laki yang berupaya bunuh diri. Akan tetapi laki-laki lebih banyak empat kali dari perempuan yang benar-benar bunuh diri dan kemudian kehilangan nyawa.

di Amerika Serikat, lebih dari setengah kasus bunuh diri menggunakan senjata. Cara-cara yang 'keras'  dan lebih mematikan seperti ini kebanyakan dipilih laki-laki saat berupaya bunuh diri. Sedangkan perempuan lebih cenderung memilih cara yang 'halus' seperti meracuni diri sendiri dengan obat. Terkadang cara ini tidak membuat mereka kehilangan nyawa, karena segera mendapat pertolongan.


(vit/up)

Berita Terkait