"Dulu masih awam banget, anak berkebutuhan khusus itu di pikiran saya ya down syndrome. Tapi seingat saya ciri-cirinya nggak begitu," kata Rita dalam perbincangan dengan detikHealth dan ditulis Selasa (22/9/2015).
Enam bulan setelah diperbolehkan pulang, barulah Rita mulai mencoba browsing di internet. Di situ ia menemukan kecocokan antara deskripsi dan ciri-ciri anak dengan CdLS dan apa yang dilihatnya pada Farhan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Rita, jangankan orang awam, dokter atau tenaga medis kerapkali tak memahami kondisi Farhan. "Pada memuji, alisnya bagus ya, padahal kan ini sindrom," timpalnya.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Tusiati, ibu dari anak dengan CdLS lainnya, Vivia Muthia Siti Hawa.
"Kalau pas ikut posyandu, Vivia itu mesti diagnosisnya gizi buruk. Ya saya bilang sama kadernya ini bukan gizi buruk, tapi CdLS. Mbok ya inisiatif browsing. Orangnya trus diem dan minta maaf," tutur Tusiati, yang lebih akrab disapa Tusi dalam kesempatan terpisah.
Hal yang sama terjadi saat Tusi memeriksakan Vivi ke dokter gigi. Sang dokter rupanya tak mengetahui kondisi Vivi. Akan tetapi Tusi mengaku gembira mendengar respons dari sang dokter. Ia awalnya menawarkan untuk meminjami buku tentang CdLS, namun sang dokter buru-buru menolak.
"Katanya, biar dia browsing sendiri, sekalian belajar," lanjutnya.
Baca juga: Kisah Rita, Ibu Muda di Bantul yang Merawat Anak dengan Sindrom Langka
Gejala CdLS yang paling mudah dilihat pada diri Farhan adalah pada wajahnya. Alisnya lebat dan menyatu di tengah, serta hidungnya yang pendek namun agak mendongak. "Giginya renggang, ini saja baru tumbuh gigi di usia 13 bulan," ungkap Rita.
Selain itu, CdLS mengakibatkan jantung Farhan mengalami kebocoran. Rita bersyukur kebocoran itu tidaklah besar, sehingga putranya tak perlu sampai dioperasi. Farhan yang saat ini menginjak usia 18 bulan hanya diberi obat secara teratur. Meski demikian testis Farhan juga masih 'tersembunyi' di selangkangannya. "Dua bulan lalu, USG cuma kelihatan satu, yang sebelah kanan saja," lanjutnya.
Vivi pun tak jauh berbeda dengan Farhan. Hanya saja usia Vivi saat ini sudah mencapai enam tahun. Alisnya menyatu, hidungnya kecil dan mendongak, giginya sudah lebih lengkap, meski tak beraturan. Kaki dan tangannya pun kecil. Namun karena telah 'lulus' fisioterapi, Vivi sudah bisa berjalan dan kemampuan motoriknya lebih terasah.
Hal lain yang membedakan Vivi adalah matanya selalu belekan, terutama jika ia merasa kecapekan. "Kalau melihat sesuatu gitu juga harus didekatkan. Tapi pendengarannya tidak apa-apa, cuman bicaranya aja yang belum bisa," imbuh Tusi.
Ditengok dari situs UC Davis Children's Hospital, dikemukakan bahwa ciri-ciri bulu mata yang panjang, alis mata yang tebal dan menyatu, rambut di tubuh yang lebih lebat, serta postur tubuh yang lebih pendek hanya berupa fitur fisik yang biasa menjadi petunjuk untuk diagnosis. Selebihnya kondisi ini tidak menimbulkan masalah bagi pasien yang bersangkutan.
Bersambung...
Baca juga: Orang Tua dengan Kondisi Ini Berisiko Punya Anak Berkebutuhan Khusus (lll/up)











































