Pendapat ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Netra, H Bambang Basuki. Menurutnya, salah satu bentuk perlakuan beda terhadap tunanetra adalah dengan memasukkannya ke Sekolah Luar Biasa (SLB). Akibatnya, mereka tidak terlatih untuk mandiri di lingkungan 'awas'.
Pembedaan seperti ini tidak hanya berdampak pada tunanetra, melainkan juga pada lingkungannya. Masyarakat kurang terbiasa menerima orang-orang dengan kondisi berbeda, lalu menganggap tunanetra sebagai kecacatan. Pandangan terhadap tunanetra cenderung underestimate atau menganggap kurang cakap.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: 15 Menit Menjadi Tunanetra Bikin Ibu Ini Terisak Haru
Menurut Bambang, tunanetra yang tidak ada masalah secara intelektual, tidak perlu masuk SLB. Persoalannya, sekolah reguler memang tidak semuanya siap dengan fasilitas pendukung untuk mendampingi siswa-siswa dengan kebutuhan khusus seperti tunanetra.
"Pemerintah sudah menyediakan printer Braille. Tapi untuk mata pelajaran tertentu yang membutuhkan simbol khusus seperti matematika, kimia, dan fisika, itu bukunya masih sulit," kata Bambang.
Baca juga: Kemenkes Targetkan Indonesia Bebas Karies 2030
(up/lll)











































