Sebuah studi yang dilakukan oleh Mai-Britt Guldin dari Aarhus University, Denmark, mengatakan kematian orang tua sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa anak. Akibatnya, risiko bunuh diri ketika anak menginjak usia dewasa akan semakin besar.
Baca juga: Terapi Unik Agar Orang yang Pernah Coba Bunuh Diri Bisa Lebih Hargai Hidup
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penelitian dilakukan dengan menganalisis data penduduk Denmark, Swedia dan Finlandia pada tahun 1968 hingga 2008. Selama 40 tahun, ditemukan bahwa 3 persen dari partisipan kehilangan orang tua sebelum berusia 18 tahun.
Dari penelitian tersebut, ditemukan sekitar 0,14 persen anak yang kehilangan orang tuanya melakukan bunuh diri ketika dewasa. Jumlah ini dua kali lipat lebih banyak daripada korban bunuh diri namun tidak kehilangan orang tua ketika masa kanak-kanak yang hanya 0,07 persen.
Risiko bunuh diri akan meningkat 3,4 kali lipat jika orang tua partisipan meninggal karena bunuh diri juga. Hasil lain menyebut anak yang kehilangan orang tua sebelum usia 6 tahun memiliki kemungkinan paling besar untuk melakukan bunuh diri.
Guldin menambahkan risiko bunuh diri akan bertahan hingga 25 tahun ke depan. Untuk itu, intervensi harus dilakukan sejak kanak-kanak agar risiko bunuh diri tak semakin besar.
"Strategi intervensi yang paling tepat adalah memonitor stres pada anak dan menyediakan bantuan dan pertolongan untuk anak-anak yang merasa kehilangan orang tuanya," pungkasnya.
Baca juga: Kalau Alami Stres Seperti Ini, Dianjurkan untuk Konsultasi ke Ahli
(mrs/vit)











































