Untuk menentukan risiko maupun memastikan apakah seseorang terkena narkolepsi ataupun tidak, hal ini dapat dilihat dari gejala klasik yang dimilikinya.
Pakar kesehatan tidur, dr Andreas Prasadja, RPSGT dari RS Mitra Kemayoran menjelaskan, narkolepsi mempunyai empat gejala klasik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Mana yang Paling Sering Sebabkan Narkolepsi: Genetik atau Lingkungan?
dr Andreas menjelaskan, kelumpuhan tidur atau dalam istilah medisnya disebut sebagai sleep paralysis terjadi akibat tumpang tindihnya gelombang otak saat terjaga dan bermimpi.
"Saat mimpi, tubuh dilumpuhkan biar tak gerak-gerak ikuti skenario mimpi. Kondisinya setengah sadar setengah mimpi. Kadang muncul halusinasi hadirnya sosok lain di dekat kita. Orang Indonesia biasa sebut itu ketindihan," terangnya.
Sedangkan katapleksi atau lemasnya otot tubuh muncul karena luapan emosi yang berlebihan, seperti menangis berlebihan, ketawa berlebihan atau sedih berlebihan. Emosi berlebihan ini memicu otot menjadi kelelahan.
Di sisi lain, dr Roslan Yusni Al Imam Hasan SpBS dari Mayapada Hospital menambahkan berkurangnya zat hipokretin dalam otak juga berdampak pada hilangnya tonus atau kontraksi otot.
"Saat otak kehilangan dayanya untuk mengatur tonus otot, maka otot-otot ini bisa menyusut, lalu terjadilah narkolepsi," jelasnya dalam perbincangan.
Bila dikombinasikan dengan serangan kantuk yang tiba-tiba, ketiganya dipastikan dapat membahayakan pasien narkolepsi, misal saat berkendara, yang kemudian dapat berujung pada kecelakaan.
Baca juga: Berkenalan dengan Narkolepsi, Pemicu Tidur Seenak Udel
Terlepas dari itu, dr Andreas memberi catatan bahwa tidak semua pasien narkolepsi mengalami kelumpuhan saat tidur, karena orang normal pun juga bisa merasakannya.
"Biasanya juga dikarenakan kurang tidur yang parah. Jadi bisa dikatakan ketindihan itu berasal dari diri Anda sendiri," terangnya.
(lll/vit)











































