Sayangnya, tak semua orang tahu dirinya mengidap PPOK. Prof Faisal Yunus, SpP(K) dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Persahabatan mengatakan seringkali pasien PPOK mengira dirinya mengidap asma.
"Yang paling sering itu dikira mengidap asma. Karena memang gejalanya mirip yakni sesak napas dan mudah ngos-ngosan," papar Prof Yunus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prof Yunus mengatakan meskipun sama-sama menyeran saluran pernapasan, PPOK berbeda dengan asma. Pada kasus asma, saluran pernapasan yang menyempit saat terjadi serangan akan kembali seperti semula. Pasien pun dapat kembali bernapas normal.
Baca juga: Begini Akibatnya Jika Pengidap Asma Terlalu Lama Terpapar Asap
Namun pada PPOK, saluran pernapasan menyempit perlahan-lahan seiring bertambahnya umur. Saluran pernapasan juga tidak kembali normal layaknya serangan asma.
"Kalau asma begitu ada serangan, diberi obat, bisa normal kembali saluran napasnya. Sementara pada PPOK obat hanya berfungsi untuk menghambat penyempitan dan tidak bisa mengembalikan saluran napas kembali normal," jelasnya.
Jangka waktu pengobatannya pun berbeda. Pasien asma yang mampu menjaga kesehatan dan tidak mendapat serangan selama 3 bulan akan dikurangi dosis obatnya dan akhirnya menyetop obat sama sekali. Sementara PPOK merupakan penyakit kronis dan pengobatan dilakukan terus menerus.
Baca juga: Dokter Paru Sebut Angka Pengidap PPOK di Indonesia Masih Tinggi
Selain mudah ngos-ngosan, pasien PPOK juga biasanya memiliki gejala lain. Yang paling umum adalah dada yang menggembung seperti tong, bibir membiru dan ujung jari yang melebar.
"Dada menggembung ini karena ada udara yang terperangkap di dada akibat penyempitan dan tidak bisa keluar. Sementara bibir membiru dan pelebaran ujung jari karena kekurangan suplai oksigen," terangnya. (mrs/vit)











































