Dalam sebuah studi terbaru di jurnal Stroke, pasien bilinguan ternyata dua kali lebih mungkin mampu mempertahankan fungsi kognitifnya setelah stroke daripada pasien yang berbicara satu bahasa saja. Alasan mengapa ini bisa terjadi karena fitur otak bernama 'cadangan kognitif' yang banyak terdapat pada pasien bilingual.
Otak dengan cadangan kognitif memiliki banyak jaringan koneksi antar saraf. Oleh sebab itu apabila beberapa sambungan rusak karena stroke, fungsi kognitif bisa tetap bertahan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Orang-orang yang mentalnya lebih aktif memiliki jaringan sambungan otak lebih banyak, makanya mereka bisa menghadapi potensi kerusakan dengan lebih baik. Bahasa adalah satu dari bermacam-macam cara meningkatkan cadangan kognitif," kata salah satu peneliti dr Thomas Bak dari University of Edinburgh, dikutip dari livescience pada Jumat (20/11/2015).
Hasil studi diambil setelah peneliti menganalisa data 608 pasien selama jangka waktu dua tahun. Mereka menemukan sebanyak 40 persen pasien bilingual punya fungsi kognitif normal pasca stroke sementara hanya 20 persen pasien satu bahasa yang kognitifnya normal pasca stroke.
Ditambahkan dalam studi pasien bilingual juga memiliki risiko untuk terkena demensia atau kondisi gangguan otak yang serupa lebih rendah di masa yang akan datang.
Namun peneliti menekankan bahwa bukan berarti semua orang yang bisa lebih dari satu bahasa benar-benar sembuh pasca stroke. Kedua kelompok pasien dilaporkan tetap memiliki dampak pada fungsi kognitifnya.
Baca juga: Bisa Prediksi Stroke, Ahli Anjurkan untuk Cek Tensi Tiap Pagi (fds/vit)











































