Ahli Neurosains Ini Jelaskan Alasan Mengapa Bom Paris Terasa Dekat

Ahli Neurosains Ini Jelaskan Alasan Mengapa Bom Paris Terasa Dekat

Jeems Suryadi - detikHealth
Rabu, 25 Nov 2015 13:30 WIB
Ahli Neurosains Ini Jelaskan Alasan Mengapa Bom Paris Terasa Dekat
Foto: REUTERS/Christian Hartmann
Jakarta - Antara Prancis dan Indonesia terbentang jarak ribuan kilometer. Namun ketika teror bom terjadi di Paris beberapa waktu lalu, kesedihan turut dirasakan orang-orang di Indonesia. Hal yang sama terjadi juga di negara lain yang jaraknya cukup jauh dari Perancis.

Seolah-olah banyak orang di luar Perancis yang ikut sedih dan terpukul dengan kabar ini. Padahal kekerasan dengan cara pengeboman pun terjadi juga di wilayah lain, misalnya di beberapa daerah lain seperti di Beirut dan Baghdad. Lalu mengapa peristiwa di Paris ini jadi terasa lebih dekat?

Pakar neurosains, Dr Daniel Glaser, menjelaskan mengapa hal ini terjadi. Menurut dia, pada dasarnya tragedi-tragedi semacam itu sama mengerikannya. Akan tetapi empati umumnya lebih mungkin muncul pada peristiwa di tempat yang dianggap familiar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagi orang-orang yang tinggal di tempat-tempat yang relatif aman, dalam arti jauh dari suasana perang, suasana sehari-hari di Paris lebih cenderung familiar dan aman. Sedangkan di Beirut dan Baghdad lebih dikenal sebagai 'area berbahaya', sehingga peristiwa pengeboman menyebabkan tingkat keterkejutan atau reaksi neurobiologis yang berbeda.

Glaser yang juga Direktur Science Galley at King's College London menuturkan sistem saraf secara konstan mencoba memprediksi apa yang akan terjadi di lingkungan sekitar. Ini alasannya sistem saraf bisa menjadi waspada dari ancaman potensial lainnya.

"Inilah mengapa ledakan knalpot mobil bisa membuat Anda melompat setelah membaca berita mengerikan (tentang bom) yang biasanya Anda bahkan tidak menyadarinya," tulis Glaser seperti dikutip dari Guardian dan ditulis pada Rabu (25/11/2015).

Baca juga: Tengah Dikembangkan, Chip Khusus 'Pembasmi' Trauma Pasca Perang 

"Sensasi dan persepsi diarahkan oleh prediksi ini. Di saat kita memutuskan apa yang kita pikirkan tentang berita tersebut, sebenarnya kita tidak bisa mengontrol bagaimana merasakan hal itu," imbuhnya.

Glaser juga menjelaskan alasan beberapa orang yang takut melihat kawah besar di depan mata. Menurutnya ini bukan sekadar reaksi naluriah namun terkait tekni bertahan hidup, di mana sebagian orang merasa tanah yang diinjaknya akan jatuh dan lenyap ke dalam kawah.

Dituturkan Glaser, saat masih bayi dan baru bisa merangkak mungkin manusia tidak akan takut saat merangkak di lantai kaca. Namun ketika usianya bertambah dan memiliki kemampuan merangkak yang lebih baik, manusia belajar menghubungkan apa yang dilihat dan apa yang dilakukan. Itu makanya, balita yang lebih tua akan menjaga posisinya di lantai kaca karena khawatir terjatuh.

"Kita diprogram untuk bereaksi ketika sesuatu yang sering kita gunakan tiba-tiba saja menghilang. Menyaring rangsangan dan fokus pada perbedaan membantu kita melihat potensi predator atau pemangsa," tutur Glaser.

Ini menjawab pertanyaan mengapa beberapa orang menghentikan aktivitasnya ketika suara detak jam yang biasa didengar tiba-tiba tidak terdengar lagi. Saat itu yang bersangkutan akan mencari tahu sebabnya apakah karena jamnya rusak atau ada orang lain yang masuk dan mengambil jam tersebut.

Baca juga: Nonton Gambar Teroris dan Perang di TV Bisa Bikin Gangguan Mental  (vit/vit)

Berita Terkait