Direktur Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan, dr Lily S. Sulistyowati, MM, menyebut peningkatan jumlah perokok muda itu adalah sesuatu yang mengkhawatirkan. Rokok dikenalkan secara bombastis mulai lewat spanduk, iklan di media, sampai ke sponsor kegiatan-kegiatan remaja dan beasiswa pendidikan.
Oleh sebab itu Kementerian Kesehatan beberapa kali berusaha menerbitkan aturan-aturan yang bisa mengendalikan hal tersebut namun sering gagal ketika dirapatkan. Konflik kepentingan seringkali membuat sektor kesehatan kalah bila dibandingkan dengan sektor industri, tercermin dari terbitnya Peraturan Menteri Perindustrian no 63 tahun 2015 yang malah menargetkan peningkatan produksi rokok.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sangat berat sekali bagaimana kita mencapai tujuan masyarakat Indonesia sehat kalau kita tak didukung oleh kementerian yang lain. Kita merasa dari Kementerian Kesehatan harus jalan sendirian," kata dr Lily dalam acara diskusi media di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (17/12/2015).
Hal yang sama juga diutarakan oleh Ahli kebijakan publik dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Kementerian Kesehatan, dr Soewarta Kosen. Menurutnya alasan meningkatkan produksi rokok demi bertambahnya cukai tak masuk akal karena sebenarnya Indonesia akan rugi lebih banyak dari beban biaya kesehatan.
"Total pengeluaran dan kerugian kita dihitung secara makro pada tahun 2013 itu 3,7 kali lebih besar dibandingkan cukai tembakau pada tahun yang sama. Ini tuh akan meningkat dan kalau begini terus bakal kaya Inggris dulu, akan bangkrut," lanjut dr Kosen.
Baca juga: Rokok Dibatasi Bakal Bikin Negara Rugi? Ah Siapa Bilang (fds/vit)











































