Sukses Gelorakan KB, Karanganyar Jadi Tujuan Studi Banding

Sukses Gelorakan KB, Karanganyar Jadi Tujuan Studi Banding

Rahma Lillahi Sativa - detikHealth
Sabtu, 23 Jan 2016 09:13 WIB
Sukses Gelorakan KB, Karanganyar Jadi Tujuan Studi Banding
Foto: Rahma Lillahi Sativa
Karanganyar - Indonesia memang sempat merasakan manisnya keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) di era Orde Baru. Namun dalam beberapa dekade terakhir, gaungnya tak lagi begitu terasa meski sosialisasi terus berjalan.

Rupanya, persoalan bermula pada desentralisasi kepemimpinan sehingga maju tidaknya program KB sangat ditentukan oleh kebijakan masing-masing kepala daerah. Oleh karena itu pendekatan khusus terhadap pemerintah setempat dirasa krusial.

Sebuah program bertajuk Advance Family Planning (AFP) pun diperkenalkan di Indonesia pada tahun 2011. Program ini berbentuk advokasi kepada pemerintah di kabupaten/kota di Indonesia agar dapat memberikan dukungan lebih untuk merevitalisasi KB.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Secara statistik stagnan kan karena desentralisasi. Oleh karena itu kita membantu pemerintah untuk revitalisasi program KB, namanya AFP Approach," jelas Inne Silviane selaku Direktur Eksekutif Yayasan Cipta Cara Padu (YCCP), pengelola AFP di Indonesia kepada wartawan di Puskesmas Tasikmadu,`Karanganyar, Jumat (22/1/2016).

Kepala Puskesmas Tasikmadu, dr Kristanto Setyawan, dalam sesi tanya jawab dengan delegasi dari 14 negara. (Foto: Rahma LS)

Namun dari lima kabupaten/kota pertama yang merasakan program ini, advokasi yang dilakukan terhadap Karanganyar bisa dikatakan yang paling sukses dengan adanya prestasi seperti kenaikan anggaran untuk program KB dan peningkatan jumlah akseptor KB.

Baca juga: Perayaan Hari Kontrasepsi Sedunia 2015, Momentum untuk Gaungkan KB Kembali

Untuk itu Karanganyar kemudian ditunjuk menerima kunjungan lapangan dari sejumlah negara. Kunjungan diikuti oleh 23 orang dari 14 negara, yakni Burkina Faso, Kamerun, Kongo, Ghana, India, Madagaskar, Mali, Nigeria, Pakistan, Filipina, Senegal, Uganda, Zambia, dan Kenya.

Kunjungan ini juga merupakan bagian dari kegiatan International Conference on Family Planning ke-4 yang sedianya dilaksanakan di Nusa Dua, Bali pada tanggal 25-28 Januari 2016.

Menurut Direktur AFP, Duff Gillespie, PhD, kedatangan 23 orang delegasi tersebut adalah untuk belajar dari pengalaman Indonesia dalam mengelola program KB, dan melihat bagaimana Indonesia membuat program ini menjadi sukses. Apalagi masalah yang dihadapi sebagian besar negara peserta dan Indonesia dalam hal KB juga tidak jauh berbeda, seperti kurangnya jumlah personel yang terlatih serta kurang sinkronnya komunikasi antara penyedia dan pengguna layanan kontrasepsi.

"Kami punya tim yang melakukan hal yang sama di beberapa negara lain. Tetapi ternyata yang paling berhasil adalah Indonesia," kata Duff Gillespie dalam kesempatan yang sama.

Suasana diskusi di Puskesmas Tasikmadu, Karanganyar (Foto: Rahma LS)

Duff juga mengakui bila Indonesia memiliki nilai plus karena tantangan geografis yang dihadapinya. "Sedikit sekali negara yang memiliki tantangan seperti Indonesia sebagai negara kepulauan yang sangat luas dengan ribuan pulau. Itu membuat masalah semakin sulit tetapi Indonesia cukup berhasil dalam penanganannya," tegasnya.

Selain itu, besarnya dukungan pemerintah, baik pusat maupun daerah terhadap keberlangsungan program KB juga dianggap Duff sebagai sisi positif dari Indonesia yang bisa dicontoh.

Untuk itu Duff berharap apa yang diperoleh dari Indonesia dapat diimplementasikan oleh peserta kunjungan di negaranya masing-masing. "Selepas konferensi, seluruh peserta akan membuat aksi bersama dan kami akan membantu mengimplementasikannya," tutupnya.

Baca juga: BKKBN Jateng: Performa Sragen Sudah Bagus Tapi Bukan Berarti Tak Dijaga

AFP didanai oleh Bill and Melinda Gates Foundation serta mendapat dukungan penuh dari David and Lucile Packard Foundation dan Hewlett Foundation. Untuk programnya sendiri, AFP diimplementasikan oleh Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health Center for Communication Programs dan YCCP di Indonesia. (lll/vit)

Berita Terkait