Dijelaskan drg Dewi Kartini Sari dari Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI), metode tambal gigi amalgam sudah muncul sejak kurang lebih 150 tahun yang lalu. Amalgam populer karena mengandung logam dan memiliki daya tahan yang kuat.
Baca juga: Waspada Bahaya Amalgam, Tambalan Gigi yang Tinggi Kandungan Merkuri
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
drg Sari menyebut hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Amalgam cepat populer karena dianggap kuat dan tidak perlu sering ke dokter gigi akibat tambalan yang lepas atau copot.
Namun memasuki media tahun 2000-an, popularitas amalgam menurun. drg Bobby Gunadi dari klinik gigi Smile Studio mengatakan ada beberapa faktor yang membuat popularitas amalgam menurun. Pertama, tentu saja karena mencuatnya publikasi ilmiah soal bahaya kandungan merkuri pada amalgam.
"Alasan lainnya adalah tidak adanya nilai estetika. Semakin ke sini orang semakin melihat nilai estetika dan lebih memilih tambalan yang sewarna gigi," ungkap drg Bobby.
Pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang bahaya merkuri, serta adanya perjanjian Minamata membuat kewaspadaan terkait bahan merkuri di amalgam semakin besar. Terlebih, beberapa publikasi ilmiah menyebut bahaya merkuri tak hanya mengancam pasien yang menggunakan tambal gigi amalgam, namun juga dokter gigi yang mengerjakannya.
Setelah itu popularitas amalgam pun menurun. Bahkan drg Bobby sendiri mengaku tak pernah menggunakan amalgam selama 15 tahun praktik sebagai dokter gigi di Jakarta.
Baca juga: Langka, Jameela Diduga Keracunan Merkuri karena Tambalan Gigi
(mrs/vit)











































