Pada perempuan, tekanan bahkan lebih besar. Selain mendapat label sebagai perawan tua, anak perempuan yang tidak segera menikah akan dianggap membebani keluarga. Maka, begitu ada yang melamar maka anak perempuan langsung dinikahkan meski umurnya masih belasan tahun.
"Nikah dininya tinggi, dan kekerasan juga tinggi di Bengkulu," kata Yulesti, Ketua Harian Forum GenRe (Generasi Berencana) Provinsi Bengkulu, ditemui di sela-sela youth pre-conference ICFP (International Conference on Family Planning) 2016 di Nusa Dua Bali, Minggu (24/1/2016).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah dalam lomba futsal tersebut, untuk pertama kalinya kita sosialisasikan pesan 'stop bertanya kapan nikah'," kata Yulesti, seperti ditulis pada Senin (25/1/2016).
Baca juga: Remaja Bicara KB, Nikah Dini dan Kesehatan Reproduksi
Menurut Yulesti, respons para remaja pada umumnya positif. Namun bukan berarti penolakan. Sebagian remaja beranggapan, nikah muda adalah hak asasi. "Kalau sudah kebelet berhubungan seks, daripada haram dan berbuat dosa, mending nikah saja," kata Yulesti, menirukan komentar-komentar miring yang diterimanya.
BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) merekomendasikan, usia minimal untuk menikah adalah 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Pada perempuan, pernikahan di usia terlalu muda banyak dikaitkan dengan kehamilan berisiko.
Baca juga: Gigihnya Ibu-ibu Pedagang di Bali Perjuangkan Kesehatan Reproduksi (up/vit)











































