Laporan ilmiah tersebut dibuat oleh sejumlah dokter di Argentina yang mengatasnamakan Physicians in Crop-Sprayed Towns (PCST). Muncul secara online pada 9 Februari 2015, laporan tersebut menuding pyriproxyfen sebagai penyebab mikrosefali.
Pyriproxyfen merupakan larvasida atau senyawa pembasmi larva nyamuk. PCST meyakini senyawa yang menghambat pertumbuhan larva tersebut punya efek yang sama pada pertumbuhan janin dalam kandungan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: WHO Sarankan Perkuat Pengawasan Zika, Indonesia Belum Memonitor Virus
Namun anggapan itu dibantah sejumlah pakar. Ian Musgrave, peneliti senior dari University of Adelaide menegaskan bahwa pyriproxyfen tidak memicu cacat pada janin. Senyawa tersebut menyerang larva nyamuk dengan memanipulasi hormon tertentu, yang tidak ditemukan pada spesies bertulang punggung.
"Pada sejumlah spesies hewan, bahkan pyriproxyfen dalam jumlah berlebih tidak menyebabkan cacat seperti yang terlihat pada wabah virus Zika," tulis Misgrave dalam sebuah pernyataan.
Hingga kini, belum ada penelitian ilmiah yang memastikan hubungan mikrosefali dengan infeksi virus Zika. Namun bukti-bukti ilmiah yang dikumpulkan makin kuat mengarah pada hubungan tersebut. Penelitian terbaru juga menemukan DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) Zika dalam cairan amniotik janin dengan mikrosefali.
Baca juga: Amati Janin Aborsi, Peneliti Temukan Bukti Kuat Zika Picu Mikrosefali (up/vit)











































