Sepanjang tahun 2015 setidaknya para peneliti dari Kementerian Kesehatan telah berhasil mengumpulkan lebih dari 118 ribu nyamuk, 1.000 tikus, dan 1.200 kelelawar. Sampel diambil dari empat provinsi yakni Papua, Sumatra Selatan, Jawa Tengah, serta Sulawesi Tengah. Penelitian yang masih di tahap pertama ini direncanakan akan terus berlangsung sampai tahun 2017 mencakup seluruh wilayah Indonesia.
Semakin terbukanya jalur lalu lintas yang ada saat ini membuat transmisi penyakit bersumber binatang menjadi lebih mudah tak jauh berbeda seperti transmisi dari orang ke orang. Oleh karena itu riset khusus vektor bisa diibaratkan seperti 'penjaga gerbang' yang bisa mendeteksi dan menangkal kemungkinan masuknya penyakit menular baru lewat binatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Baca juga: Kepunahan Nyamuk Bukan Solusi Cegah DBD, Zika dan Malaria
"Penelitian ini penting karena kita jadi bisa memetakan spesies nyamuk, tikus, dan kelelawar di Indonesia dan penyakit apa yang di bawa. Kita bisa tahu perilaku hewan-hewan ini," lanjut Siswanto.
Ke depannya diharapkan studi dapat menghasilkan data yang dapat membantu pemerintah merumuskan kebijakan kesehatan. Hal ini terutama terkait dengan masalah penyakit yang tiap tahun tetap bisa mengancam membuat kejadian luar biasa seperti misalnya saja demam berdarah dengue (DBD).
Baca juga: Saktinya Para Nyamuk, Puluhan Tahun Dibasmi Tapi Tidak Punah-punah (fds/up)












































