Psikolog klinis anak dan dewasa di University of South Florida, Eric Storch, PhD, mengatakan secara harfiah, misophonia berarti kebencian akan suara. Namun, kondisi ini menurut Storch lebih rumit dari itu. Ia mengatakan, misophonia merupakan sensitivitas selektif di mana suara-suara tertentu dari orang lain atau lingkungan sekitar bisa membuat seseorang merasa menderita luar biasa.
Baca juga: Kotoran Kuping yang Menumpuk Bisa Ganggu Fungsi Alat Bantu Dengar
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Efek samping yang bisa terjadi di antaranya stres luar biasa, cemas, mudah merasa marah, frustasi, atau muak dengan suara tersebut. Storch mengungkapkan, suara pemicu bagi tiap orang memang berbeda. Sebab, ada orang yang langsung merasa cemas dan tidak nyaman ketika mendengar dengusan napas yang keras, kunyahan, kaki yang bergerak-gerak, gesekan celana, batuk, atau suara lain dari tubuh.
Storch menuturkan, hal ini bisa terjadi karena beberapa orang memiliki sensitivitas biologis yang lebih intens terhadap suara tertentu. Nah, untuk menghindari ketidaknyamanan karena mendengar suara itu, Storch menyarankan untuk hindari pemicunya, yakni suara-suara tersebut.
"Tapi itu hanya berdampak pada jangka pendek. Sayangnya, cara untuk mengatasi misophonia dalam jangka panjang masih perlu diteliti lagi. Namun setidaknya, jika kondisi itu amat mengganggu, Anda bisa mengatasi kondisi itu dengan konsultasi ke psikolog atau psikiater untuk mendapat Cognitive Behavioral Therapy misalnya," kata Storch.
Apalagi, dalam keseharian pastinya Anda harus bersosialisasi dengan orang lain. Untuk itu, Storch menekankan pentingnya memberi tahu kondisi Anda kepada teman atau keluarga. Dengan demikian, pemicu berupa suara-suara yang membuat Anda merasa tidak nyaman bisa dihindari.
Baca juga: Ketika si Fobia Hamil Harus Mengandung
(rdn/vit)











































