Meski dampaknya bisa berujung pada kondisi serius, data yang dikumpulkan oleh aplikasi tidur Entrain sejak tahun 2014 menunjukkan bahwa pola tidur penduduk dunia cenderung makin singkat. Aplikasi bekerja dengan merekam data tidur dari pengguna di seluruh dunia dan menemukan hanya beberapa negara saja yang rata-rata pola tidurnya lebih dari 6 jam seperti contohnya Singapura, Jepang, dan Belanda.
Entrain sendiri adalah aplikasi yang dikembangkan oleh peneliti di University of Michigan untuk membantu penggunanya mengatasi jetlag. Profesor Daniel Forger selaku salah satu peneliti mengatakan saat ini ada fenomena konflik antara keinginan orang-orang untuk terbangun lebih larut dan kebutuhan tubuh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masyarakat semakin mendorong kita untuk terus terbangun sampai larut malam, sementara jam tubuh berusaha mencoba membangunkan kita lebih awal di tengah waktu tidur yang harus dikorbankan. Inilah yang kami pikir sedang terjadi dalam krisis tidur global," kata Forger seperti dikutip dari BBC.
"Bila Anda melihat negara yang rata-rata waktu tidur penduduknya semakin sedikit, maka saya tak akan mengkhawatirkan jam alarmnya tapi lebih apa yang mereka lakukan malam hari. Apakah mereka sedang makan besar pukul 10 malam atau malah kembali ke kantor," lanjut Forger.
Studi data aplikasi ini telah dipublikasi di jurnal Sciences Advances. Selain pola tidur penduduk suatu negara studi juga menemukan pola lainnya seperti rata-rata wanita tidur lebih lama sekitar 30 menit dari pria dan orang yang beraktivitas di bawah sinar matahari tidur lebih cepat.
Baca juga: 5 Fakta Tak Biasa tentang Pola Tidur Orang Modern
(fds/vit)











































