Kasubdit Pendidikan Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN) Drs Dik Dik Kusnadi mengatakan rasa percaya diri tinggi adalah yang umumnya mendorong seseorang untuk mencoba narkoba. Mereka merasa yakin dirinya tidak akan menjadi ketergantungan.
"Jangan kepedean merasa nggak bakal kecanduan. Sekali lagi jangan kepedean. Kalau ada yang menawarkan sesuatu jangan mau deh," kata Kusnadi ketika memberikan penyuluhan pada pelajar di Kantor Pusat PT Actavis, Jakarta Timur, (24/5/2016).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Mana yang Paling Berbahaya dan Mematikan: Alkohol, Heroin atau Kokain?
Tapi kemudian hal yang tidak disadari adalah frekuensi pemakaian yang sedikit demi sedikit meningkat. Dari yang hanya mencoba berubah menjadi pemakai reguler dan pada tahap ini dosis pemakaian narkoba 'dituntut' oleh tubuh untuk terus bertambah. Sampai akhirnya ketika ingin berhenti gejala putus obat pun muncul dan pemakai terlambat sadar bahwa dirinya ketergantungan.
Bila sudah sampai pada tahap tersebut apa saja akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan narkoba. Dorongan untuk melakukan tindak kriminal pun membesar dan dianggap tak jadi masalah.
"Jadi kalau ditawarin narkoba adik-adik harus sudah ingat itu berakhirnya pasti hanya akan di tiga tempat: rumah sakit jiwa, penjara, atau kuburan. Hanya itu saja," kata Kusnadi.
"Orang tua membesarkan kita sampai besar dengan harapan luar biasa dan harapan itu sirna karena narkoba. Pernah ada ibu datang kirain minta anaknya direhab tapi ternyata ngomong 'pak tolong tembak anak saya'. Itu sebegitu merusaknya narkoba menggerogoti bukan hanya pecandu tapi orang sekitarnya juga," ucap Kusnadi.
Baca juga: Peneliti: LSD Membuat Otak Manusia Dewasa Menjadi Seperti Bayi (fds/vit)











































