Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Kementerian Kesehatan, dr HM Subuh, mengatakan mati memang merupakan kodrat manusia. Dengan kata lain, semua manusia cepat atau lambat pasti akan mati.
"Masalahnya adalah bagaimana kita mati nantinya. Apakah mau matinya dalam keadaan cacat? Kualitas hidup rendah karena kena kanker paru, gangguan pernapasan atau bahkan cacat karena stroke? Di situ bedanya," tutur dr Subuh, dalam acara Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (31/5/2016).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dijelaskan dr Subuh, penyakit-penyakit yang ditimbulkan akibat rokok memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Dengan kata lain, kesakitan yang ditimbulkan dan risiko kematian lebih cepat mengintai.
Selain itu, faktor biaya juga perlu diperhitungkan. Penyakit-penyakit seperti kanker paru atau bahkan kecacatan yang dialami akibat terserang stroke memakan biaya yang besar. Apalagi jika pasien perokok merupakan tulang punggung keluarga. Otomatis perekonomian rumah tangga akan terganggu.
"Beban biaya yang dikeluarkan akan lebih besar. Memang ada BPJS tapi kan BPJS tidak menanggung keuangan keluarga yang terganggu karena bapaknya jadi pasien kanker paru," tambah dr Subuh lagi.
Untuk itu, kesadaran tentang bahaya merokok harus dimiliki masyarakat. Diharapkan yang saat ini masih merokok untuk berhenti dan yang tidak merokok jangan pernah mencoba-coba untuk merokok.
"Merokok itu juga merupakan pintu gerbang untuk perbuatan negatif lainnya seperti minum alkohol dan penyalahgunaan narkotika," tandasnya.
Baca juga: Dalam Waktu 20 Tahun, Prevalensi Perokok Indonesia Meningkat Hampir 10 Persen (mrs/vit)











































