Hal sepele itu misalnya ketika anak menertawakan orang lain yang tertimpa musibah, misalnya, terpeleset. Hal lainnya adalah ketika anak melontarkan kalimat berisi ledekan pada orang lain. Mungkin orang yang diledek tidak mendengar, tapi jika ini dibiarkan anak akan punya keberanian untuk menyuarakan kata-kata ledekan lebih keras.
"Biasanya anak kecil suka ngatain atau ngeledek orang lain, nah ketika kita tidak memberitahu kalau itu salah itu akan berkembang itu menjadi bibit. Anak-anak kan belajar dari lingkungan sehari-hari," ungkap Elizabeth Santosa, MPsi, psikolog anak dan pendidikan, dalam diskusi di Gedung Aldevco, Warung Buncit, Jakarta Selatan, Selasa (31/5/2016).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Setop Lingkaran Bullying, Cegah Anak Jadi Korban Sekaligus Pelaku
Tidak hanya itu, bullying juga bisa disebabkan oleh perilaku dari orang tuanya sendiri yang ditiru oleh anak. "Kalau orang tuanya sopan, anaknya nggak mungkin bullying. Biasanya orang tuanya perilaku kurang baik, sehingga kita tahu bahwa itu produk orang tua," lanjut Lizzie yang juga dosen Universitas Swiss German di Serpong, Tangerang.
Selain itu, pertengkaran orang tua di depan anak bisa memicu anak menjadi pelaku bullying. Hal ini menurut Ratih Zulhaqqi, psikolog anak dan remaja, disebabkan karena anak selalu meyerap apa yang terjadi. Sehingga bila orang tua selalu bertengkar maka kemungkinan anak melakukan hal yang sama juga besar.
"Anak mencontoh perilaku orang tua. Jika orang tua menyelesaikan masalah dengan bertengkar, anak akan mengikutinya. Makanya sangat disarankan agar tidak bertengkar di depan anak," urainya Ratih beberapa waktu lalu.
Untuk pencegahan bullying, orang tua dapat melakukan pendekatan secara emosional. Ratih menjelaskan bahwa jika orang tua mempunyai kedekatan emosional dengan anak, maka anak tidak akan melakukan perbuatan yang menurutnya tidak benar.
Baca juga: Untuk Efek Jera, Perlukah si Kecil Dikurung Saat Tantrum? (vit/vit)











































