Kasus belasan anak dengan HIV-AIDS (ADHA) yang terlunta-lunta akibat tidak memiliki tempat tinggal di Solo, menurut Ayu Oktariani dari Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI), seharusnya tidak lagi terjadi. Masyarakat seharusnya mengerti bahwa penularan HIV tidak mudah, bukan seperti virus flu atau pilek yang bisa menular lewat udara.
"Anak-anak itu seharusnya tumbuh dengan banyak ruang, butuh penerimaan. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan mereka yang seharusnya diayomi, tapi malah dilempar sana-sini," tutur Ayu, ketika dihubungi detikHealth, Jumat (10/6/2016).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Ayu, ketakutan sebagian masyarakat untuk bertetangga dengan ODHA sangat berlebihan dan dibesar-besarkan. Berdasarkan ilmu kedokteran, hanya ada tiga cara penularan HIV ke orang lain yakni dengan melakukan hubungan seksual, penggunaan jarum suntik bersama, transfusi darah dan penularan dari ibu ke janin saat hamil.
Ia menegaskan sekali lagi bahwa HIV tidak akan menular melalui udara, makanan, air, gigitan nyamuk ataupun kontak fisik dengan pengidapnya. Karena itu ia menyayangkan kejadian di Solo yang membuat belasan ADHA harus terlunta-lunta karena penolakan dari masyarakat.
"Padahal kalau anak-anak main congklak bareng, main sepeda, atau kehujanan bareng nggak akan menularkan HIV. Misalnya pun ada ADHA yang jatuh terus berdarah, nggak akan lantas menularkan HIV kepada orang di sekitarnya. Dikasih plester juga aman," ungkap wanita yang juga pernah aktif di Indonesia AIDS Coalition ini.
Sebelumnya diberitakan, selama berbulan-bulan, belasan anak yang mengalami problem tertular HIV-AIDS tidak memiliki tempat penampungan yang pasti. Beberapa kali pihak yang menampung maupun Pemkot Surakarta mencarikan tempat bagi tidak kurang dari 15 anak tersebut, namun warga sekitar yang ditempati selalu menyampaikan penolakan.
Pihak yang selama ini peduli adalah sebuah yayasan yang dipimpin oleh Puger Mulyono. Oleh Puger mereka ditampung di kantor yayasan di Kawasan Laweyan, Solo. Namun problem datang ketika warga mengetahui bahwa yayasan tersebut menampung anak-anak bermasalah dengan HIV-AIDS. Pemilik rumah melarang yayasan itu memperpanjang kontrakan.
"Sempat hendak kami pindahkan ke Pasarkliwon, namun belum juga terealisasi langsung ditolak warga setempat. Berikutnya, beberapa kali rencana menempatkan mereka namun selalu mendapat penolakan. Sekarang, untuk sementara kami tampung di rumah seorang dermawan yang kami tidak bisa menyebutkan tempatnya. Sembari kami berharap agar Pemkot segera mencarikan solusi," ujar Puger.
Baca juga: Stigma Negatif Masih Jadi Kendala Penanggulangan HIV-AIDS
Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (Bapermas PP PA dan KB) Kota Surakarta, Widdi Srihanto, mengakui ada persoalan itu. Widdi juga menegaskan bahwa pihaknya mendapat tugas khusus dari walikota untuk segera mencarikan tempat penampungan yang layak dengan mempertimbangkan kemanusiaan.
"Sejumlah tempat telah kami datangi terkait tentang kelayakannya. Memang belum ada yang pas. Selain itu kami juga perlu untuk melakukan pendekatan dengan warga sekitar bahwa keberadaan anak-anak itu tidak akan membahayakan warga sekitar tempat penampungannya. Target kami, usai lebaran mereka sudah mendapatkan tempat penampungan yang layak sekaligus memudahkan kita untuk melakukan pemantauan." kata Widdi. (mrs/vit)











































