Menurut dr Dirga karena meski vaksin palsu tersebut dilaporkan sudah bertahun-tahun dijual sampai ke daerah, nyatanya skala produksinya rumahan. Jumlah produksi yang bisa dilakukan pelaku seharusnya tentu tak cukup banyak untuk memengaruhi populasi masyarakat Indonesia yang divaksin.
Baca juga: Kenali Ciri Vaksin Palsu: Label Tak Jelas dan Harga Cenderung Murah
"Masyarakat tidak boleh panik, jangan sampai klaim semua vaksin itu palsu. Faktanya meski ini sudah berlangsung selama 13 tahun skalanya diproduksi di rumah bukan di pabrik. Kalau di rumah kan kapasitas produksi vaksinnya kecil sekali," kata dr Dirga kepada detikHealth, Selasa (28/6/2016) petang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal lain yang juga jadi alasan mengapa tak seharusnya masyarakat cemas berlebih adalah vaksin wajib yang banyak dipakai secara luas mendapat pengawasan ketat. Alurnya tertutup rapat mulai dari produksi hingga bisa sampai ke fasilitas kesehatan primer.
"Sekitar 88 persen vaksin anak Indonesia itu di puskesmas menggunakan vaksin yang disediakan pemerintah, gratis... Vaksin di fasilitas kesehatan pemerintah itu rantainya tertutup sekali sementara rumah sakit swasta lebih fleksibel. Dari pabrik ke distributor baru ke rumah sakit atau klinik jadi rantainya terbuka, nah di situ celahnya," ungkap dr Dirga.
Baca juga: Aneka Bahaya yang Tersimpan di Dalam Vaksin Palsu
(fds/vit)











































