Peneliti Edwina Yeung dari National Institute of Child Health and Human Development melakukan studi kepada kurang lebih 600 bayi berusia 4 hingga 24 bulan. Seluruh bayi tidak memiliki gangguan tumbuh kembang apapun, dan usia rata-rata ibu adalah 32 tahun.
Para bayi diamati kemampuan motoriknya dengan memerhatikan usia berapa bayi mulai belajar berdiri dan bisa berdiri tanpa bantuan. Setelah itu, para bayi ini dites kemampuan kognitifnya ketika berusia 4 tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasil penelitian yang dipublikasikan di jurnal Pediatrics ini menemukan rata-rata bayi bisa berdiri dengan bantuan di usia 8,9 bulan. Bayi-bayi ini tidak memiliki masalah dengan kemampuan kognitifnya ketika dites pada usia 4 tahun.
Namun bayi yang baru belajar berdiri di usia 11 bulan atau lebih mengalami kesulitan ketika melakukan tes kognitif. Hasil tes dan kemampuan beradaptasi mereka lebih rendah daripada bayi-bayi yang belajar berdiri sebelum berusia 11 bulan.
"Memang ada hubungan dan keterkaitan antara keduanya. Namun orang tua tak perlu khawatir karena hal ini tidak menandakan bayi yang lambat belajar berdiri pasti mengalami gangguan perkembangan kemampuan kognitif," tutur Young, dikutip dari Reuters.
Young juga menambahkan hasil penelitian ini bisa disikapi dengan memberikan stimulasi kemampuan motorik pada bayi sejak dini. Dengan kemampuan motorik yang baik, bayi akan lebih mudah mengingat dan memiliki tumbuh kembang yang lebih baik.
Sebelumnya, laporan terbaru yang dipublikasikan di British Journal of Sport Medicine, 24 peneliti dari negara berbeda menyampai konsensus bahwa aktivitas fisik sangat berdampak untuk anak. Apa saja yang didefinisikan sebagai aktivitas fisik dalam studi sangat beragam mulai dari bersepeda, berjalan, naik angkutan umum, rekreasi di luar ruangan, jam istirahat sekolah, program motorik, olahraga terorganisir, dan edukasi fisik.
Singkatnya peneliti menemukan bahwa hampir semua aspek dari kesejahteraan anak mendapat keuntungan dari aktivitas fisik yang memadai. Termasuk di antaranya kemampuan kognitif dan performa akademis.
"Waktu belajar di kelas yang diubah menjadi waktu untuk aktivitas fisik telah ditunjukkan sama sekali tidak mengorbankan performa skolastik anak-anak dan remaja," tulis peneliti.
Baca juga: Olahraga Bisa Memperlambat Penuaan Otak Hingga 10 Tahun
(mrs/vit)











































