Profesor di Department of Psychological and Brain Sciences, University of Iowa, Mark Blumberg dan ilmuwan Greta Sokoloff meyakini bahwa kedutan seperti sentakan yang dialami selama fase Rapid Eye Movement (REM) terkait dengan tahap perkembangan sensorimotor anak. Ketika bagian tubuh berkedut, Blumberg menyebut sirkuit otak untuk perkembangan diaktifkan dan mengajarkan bayi tentang anggota tubuh mereka dan apa yang bisa dilakukan dengan anggota tubuh mitu.
"Kami percaya memahami perkembangan awal motorik dan sensorimotor adalah kunci memahami perkembangan anak yang khas. Kemudian, bisa memberi petunjuk untuk memahami gangguan perkembangan saraf seperti autisme dan skizofrenia. Meski sering diabaikan, ada masalah besar pada sistem sensorimotor pada gangguan seperti itu," terang Blumberg, dikutip dari uiowa.edu, Kamis (4/8/2016).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah menggunakan bayi tikus yang aktivitas otaknya dipantau dan dikaitkan dengan fungsi berkedut, kini Blumberg dan tim sudah merekrut bayi usia 2 minggu sampai 18 bulan untuk studinya. Orang tua si bayi bersedia membawa anaknya sebulan sekali ke laboratorium untuk divideokan saat tidur. Dengan bantuan dana hibah dari Bill and Melinda Gates Foundation, untuk sekali kunjungan, orang tua mendapat dana kompensasi sekitar Rp 390 ribu.
Saat ini pun, mulai banyak orang tua yang direkrut untuk mengisi kuisioner online yang berisi informasi perilaku anak saat tidur dan terjaga. Blumberg mengatakan, ia dan tim melihat hubungan menarik antara kedutan yang dialami bayi saat tidur dengan keterampilan perkembangannya. Misalnya saja, ada hubungan antara kedutan di area leher saat tidur dengan kemampuan bayi menyangga kepalanya saat terjaga.
"Setelah bayi bisa menyangga kepala saat mereka terjaga, proporsi kedutan di area leher dan area lainnya menurun. Hubungan seperti ini membuat kami bisa menggunakan kedutan untuk memprediksi terjadinya keterampilan motorik dan mungkin kemudian, mendeteksi masalah perkembangan yang dialami anak," papar Blumberg.
Dengan mengumpulkan banyak responden, Blumberg berharap akan terkumpul data dalam jumlah besar yang kemudian disaring sehingga datanya tepercaya. "Meski ini masih awal, tapi mendapat ribuan responden di seluruh dunia bisa membantu studi ini untuk berhasil mendeteksi pola perkembangan bayi, dilihat dari kedutan yang dialami saat tidur," kata Blumberg.
Baca juga: Ini Caranya Agar si Kecil Bisa Tidur dengan Nyenyak
(rdn/vit)











































