Kasus Alergi Makanan Paling Tinggi di Dunia Ada di Kota Ini

Kasus Alergi Makanan Paling Tinggi di Dunia Ada di Kota Ini

Rahma Lillahi Sativa - detikHealth
Rabu, 24 Agu 2016 09:40 WIB
Kasus Alergi Makanan Paling Tinggi di Dunia Ada di Kota Ini
Foto: thinkstock
Jakarta - Di negara maju, risiko penyakit apapun seharusnya lebih rendah dari wilayah lain karena lingkungannya sudah terjamin bersih dan sehat. Namun fakta yang terjadi di lapangan tidak selamanya demikian.

Temuan menarik terungkap dalam International Congress of Immunology di Melbourne baru-baru ini. Studi tersebut mengungkapkan salah satu kota besar di Australia, yaitu Melbourne adalah kota dengan jumlah kasus alergi makanan tertinggi di dunia.

Hal ini diungkapkan oleh Prof Katie Allen, direktur Centre of Food and Allergy Research, Murdoch Children's Research Institute, Melbourne.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, 1 dari 10 anak di Melbourne dilaporkan mengidap alergi makanan, begitu juga dengan 2 dari 100 orang dewasa. Meskipun terlihat kecil, tetapi sebenarnya rasio ini adalah yang tertinggi dibanding negara lain di dunia.

Allen kemudian menjelaskan alasan Melbourne menjadi 'ibukota' dari alergi makanan dunia. Pertama karena lokasinya yang paling jauh dari garis ekuator atau lebih dikenal dengan garis khatulistiwa.

"Makin jauh tempat tinggal Anda dari garis ekuator, makin tinggi pula risiko alergi makanannya," tandasnya seperti dilaporkan ABC Australia.

Ini sesuai dengan alasan kedua, yaitu teori yang disebut 'Hipotesis Vitamin D', di mana seorang anak yang memiliki kadar vitamin D yang rendah dalam tubuhnya lebih rentan mengalami alergi makanan ketimbang yang tidak. Ditambah lagi iklim Melbourne yang paling dingin di antara kota-kota di Australia lainnya membuat anak-anak yang tinggal di sana lebih jarang keluar rumah.

Baca juga: Yuk! Kenali Gejala Alergi pada Anak

Menariknya, tingkat kebersihan Melbourne yang tinggi juga dianggap berperan terhadap kondisi ini. Di samping iklim yang dingin, orang tua di Melbourne rata-rata fobia terhadap kuman dan 'gila kebersihan', sehingga tidak membiarkan anak-anaknya bermain kotor-kotoran.

"Padahal paparan terhadap mikroba, entah itu dari keluar rumah atau bermain dengan tanah maupun hewan peliharaan justru memberikan efek perlindungan bagi anak, sedangkan hal ini tidak didapati di Melbourne," lanjut Allen.

Di sisi lain, ada kecenderungan orang tua di Melbourne enggan ataupun bingung ketika harus memperkenalkan beragam jenis makanan kepada anak. Bahkan Australia mempunyai 9 panduan memberi makan bayi yang berbeda di seluruh penjuru Negeri Kangguru ini.

Untuk itu, dalam kesempatan yang sama Allen mewakili Murdoch Children's Research Institute memperkenalkan rekomendasi atau panduan memberi makan pada bayi di Australia yang terbaru, yang kemudian segera ditiru oleh sejumlah pakar dari Eropa dan AS.

Salah satu isi panduan tersebut adalah memperkenalkan makanan padat kepada bayi di saat usianya telah menginjak enam bulan, bukan sebelum empat bulan.

Mereka juga merekomendasikan agar anak diperkenalkan makanan yang biasanya menjadi alergen atau pemicu alergi seperti selai kacang, telur rebus, susu, dan produk makanan dari gandum di tahun pertama kehidupan mereka, meskipun si anak dicurigai atau berisiko tinggi memiliki alergi.

"Yang ingin kami katakan, makanan ini tidak akan menimbulkan bahaya jika diberikan dengan cara yang benar, dan pengenalan sejak dini tidak hanya aman tetapi juga bersifat melindungi," kata Allen kepada 7 News.

Harapannya, cara ini juga akan membantu membentuk kekebalan si anak terhadap suspek alergennya.

Baca juga: Benarkah Alergi Tidak Dapat Disembuhkan? (lll/vit)

Berita Terkait