Tayangan humor di televisi yang menggunakan ciri fisik sebagai candaan seolah membuat hal ini terasa biasa. Jika si korban marah lantaran tidak suka, lantas disebut terlalu sensitif. Akibatnya bullying dengan cara seperti ini pun kerap dianggap biasa dan wajar.
"Kalau kita hanya melihat di acara televisi, kita sebenarnya mengetahui bahwa ada banyak script di balik layar, yang masing-masing pihak mengetahui bahwa apapun yang dikatan di panggung adalah hanya mengikuti script yang ada, sehingga tidak ada perasaan sakit hati, dan sebagainya," tutur Wulan Ayu Ramadhani, M. Psi, psikolog dari Klinik Rumah Hati, dalam perbincangan dengan detikHealth.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun menurut Wulan, yang jadi membahayakan adalah acara-acara tersebut memiliki rating yang cukup tinggi. Selain itu penonton tidak mengkritisi acara yang ditonton dan akibatnya malah bisa memperkuat pemikiran bahwa merendahkan atau mencela orang lain adalah sesuatu yang menghibur atau menyenangkan.
"Maka dari itu, penting bagi orang yang melihatnya untuk mengetahui batasan mana yang boleh dilakukan atau tidak dalam kesehariannya," imbuhnya.
Tapi Wulan menegaskan, pada akhirnya semua kembali kepada konteks dilakukannya hal tersebut. "Misalnya menggunakan candaan fisik dengan teman namun tidak ada yang bertujuan menyakiti dan tidak ada yang tersakiti, tidak bisa serta merta disebut bullying," tambahnya.
Namun untuk menghindari munculnya perasaan tersakiti, sebaiknya hindari bercanda dengan bahan ciri fisik tertentu. Bukankah berbicara yang baik lebih banyak manfaatnya?
Baca juga: Terlalu Peka Vs 'The Real Bullying'
(vit/up)











































