Diungkapkan drg Roseita Dewi dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (FKG UI), risiko orang yang malas ke dokter gigi banyak sekali. Apalagi, kebanyakan pasien baru berobat ke dokter gigi jika kondisinya sudah parah.
"Contohnya lubang di gigi yang besar yang sudah kena sampai saraf atau sampai keropos. Padahal kalau ditangani dari awal harusnya bisa ditambal sedini mungkin. Biaya perawatannya pun lebih murah dibanding kalau kita biarkan masalah gigi ini sampai parah kondisinya," tutur drg Ita, begitu ia akrab disapa saat berbincang dengan detikHealth baru-baru ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Mana yang Lebih Menyiksa, Sakit Gigi atau Sakit Gusi?
Malas cek ke dokter gigi juga bisa membuat karang gigi pada leher mahkota gigi dibiarkan terus menerus. Akibatnya, lanjut drg Ita, bisa terjadi peradangan pada gusi. Kondisi ini dapat terlihat apabila gusi kerap berdarah ketika menyikat gigi atau warna gusi yang lebih merah dan lebih besar. Apabila peradangan gusi tidak segera ditangani, jaringan penyangga gigi akan rusak dan dapat menyebabkan gigi goyang.
"Selain itu, peradangan pada gigi dan gusi juga bisa menjadi faktor risiko gangguan lain misalnya peradangan pada katup jantung, kontraksi dini pada ibu hamil, dan bayi dengan berat badan badan lahir rendah," kata drg Ita.
Dalam keseharian, masalah gigi juga kerap terjadi pada anak-anak. Menurut drg Ita, persepsi yang salah pada masyarakat mengenai gigi susu anak akan tanggal dan tergantikan oleh gigi dewasa membuat orang tua jarang memeriksakan kesehatan gigi buah hatinya.
"Padahal, gigi berlubang pada anak bisa menyebabkan rasa sakit yang membuat anak mudah rewel, tidak bisa masuk sekolah, dan anak mengalami gangguan penyerapan makanan yang memengaruhi tumbuh kembangnya. Peradangan pada gigi anak pun berpengaruh pada gigi dewasa yang selanjutnya akan tumbuh," tutup drg Ita.
Baca juga: Gusi Berdarah Setelah Menyikat Gigi? Bisa Jadi Gejala Gingivitis (rdn/vit)











































