Caranya bisa dengan mengelola salah satu faktor risiko untuk demensia yaitu stres. dr Natalia Widiasih, SpKJ(K), dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) mengatakan stres dan depresi sudah terbukti dalam beberapa studi punya kaitan erat dengan rusaknya sel-sel otak yang berujung pada demensia.
Baca juga: Ini yang Terjadi pada Tubuh Ketika Stres
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang antara stres dan depresi memiliki hubungan erat jadi faktor risiko demensia. Kalau kita lagi stres banyak pikiran, ibaratnya otak kita kaya komputer yang semua file-file masalahnya kebuka bisa hang," lanjutnya.
dr Natalia menjelaskan mengapa stres dapat membuat seseorang terkena demensia berhubungan dengan produksi hormon stres kortisol. Tingkat kortisol yang tinggi dalam tubuh bersifat neurotoksik sehingga menyebabkan kerusakan pada area hippocampus otak.
"Orang yang stresnya cenderung tinggi kerusakan neuron-neuron di otak juga akan jadi lebih tinggi. Itu yang membuat seseorang bisa lebih mudah kena demensia," kata dr Natalia.
Selain stres sebetulnya ada lagi faktor risiko lain seperti genetik, gaya hidup tak sehat, diabetes, dan hipertensi. Apabila seseorang memiliki beberapa risiko tersebut ditambah dengan sering stres maka tentu risiko untuk kena demensia di kemudian hari meningkat tajam.
Oleh sebab itu menajemen stres yang baik sangat dianjurkan. Efek buruk hormon stres dapat dilawan dengan hormon endorfin yang diproduksi tubuh saat kita melakukan sesuatu yang disukai.
Baca juga: Dalam Batas Wajar, Stres Penting Lho untuk Kesehatan Jiwa (fds/up)











































