"Sebetulnya bohong tetap bohong. Ketika anak berbohong, dia kan menyembunyikan fakta atau tidak mengungkapkan fakta, atau dia mencari fakta baru yang tidak sesuai dengan kejadian. Itu kan sesuatu yang perlu diklarifikasi," tegas psikolog anak dan remaja dari RaQQi - Human Development & Learning Centre, Ratih Zulhaqqi.
Dalam perbincangan dengan detikHealth, Ratih kurang setuju dengan adanya anggapan bahwa anak bisa diajak berbohong, meski bentuk kebohongan itu adalah 'white lies'. Sebab, nantinya anak bisa bingung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Tak Perlu Pakai Kekerasan, Yuk Disiplinkan Anak dengan Cara yang Positif
Atau, bisa juga anak langsung mengambil nilai bahwa memang berbohong boleh dia lakukan. Sebab, kata Ratih pada dasarnya children see, children do atau dengan kata lain, anak akan melakukan apa yang dia lihat.
Contohnya saja, ketika ibu membeli tas baru bersama sang anak tanpa sepengetahuan si ayah. Lalu, si ibu meminta sang anak untuk mengatakan pada ayahnya bahwa tas ibu merupakan pemberian teman, bukan dibeli.
"Kalau begitu artinya ada negosiasi soal bohong dengan anak. Akhirnya anak mengambil suatu nilai bahwa dia boleh melakukan ini. Akan lebih baik kalau langsung saja bilang ini dikasih, jadi nggak perlu mengungkapkan fakta," kata pemilik akun twitter @ratihyepe ini.
Atau, bisa juga jelaskan kepada anak mengapa sang ibu harus menyembunyikan fakta bahwa memang tas itu dibeli. Meski begitu, Ratih menegaskan sebisa mungkin ajari anak untuk tidak berbohong, salah satunya dengan memberi contoh pada mereka.
Baca juga: Bukan Dihukum, Murid di Sekolah Ini Malah Disuruh Bermeditasi Jika Berulah
(rdn/vit)











































