Jakarta -
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menargetkan tahun 2019 Indonesia berhasil mengeliminasi penyakit kusta. Meski begitu, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi.
dr HM Subuh, MPPM, Direktur Jenderal Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P), Kementerian Kesehatan, menyebut tantangan eliminasi kusta berasal dari berbagai faktor. Mulai dari pengetahuan, informasi, hingga stigma dan akses pelayanan kesehatan.
"Kusta itu penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Meski tergolong penyakit infeksi tapi kusta ini sangat susah menular. Bahkan bisa disembuhkan tanpa cacat jika cepat ditemukan dan diobati," tutur dr Subuh, dalam temu media Hari Kusta Sedunia di Kementerian Kesehatan, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: 14 Provinsi di Indonesia Belum Terbebas dari Kusta
Lalu apa saja tantangan yang dihadapi untuk mengeliminasi kusta? Berikut ini empat tantangannya:
1. Stigma
Foto: Thinkstock
|
Stigma merupakan penyebab utama mengapa eliminasi sulit dilakukan. Stigma tidak hanya berasal dari orang lain, namun juga keluarga bahkan diri pasien sendiri.
"Stigma itu erat hubungannya dengan ketidaktahuan. Ketidaktahuan membuat orang tidak berobat, padahal kusta itu penyakit yang bisa diobati," tutur dr Subuh.
2. Sanitasi dan higienitas
Foto: Thinkstock
|
Sanitasi dan higienitas yang buruk, terutama di daerah Indonesia Timur, menjadi penyebab mengapa kusta sulit dieliminasi. Sanitasi dan higienitas yang buruk berhubungan dengan mudahnya kuman kusta untuk berkembang biak.
"Apalagi jika perilaku pribadinya tidak sehat, masih buang air sembarangan, kondisi rumah tidak sehat juga bisa meningkatkan risiko terserang kusta," paparnya.
3. Informasi dan pengetahuan
Foto: Enggran Eko Budianto
|
Masih adanya sebagian kelompok masyarakat yang menganggap kusta tidak bisa disembuhkan dan merupakan kutukan membuat pasien sulit mendapat pelayanan kesehatan, yang malah membuatnya berisiko menularkan kusta ke orang lain.
"Masih ada lho, di Indonesia yang pasien kusta itu tidak boleh masuk masjid, dan tidak boleh kebaktian. Ini kan terjadi karena kurangnya informasi," tuturnya lagi.
4. Awareness rendah
Foto: Thinkstock
|
Awareness atau kepekaan terhadap penyakit kusta yang rendah, terutama oleh pemerintah daerah, membuat program yang dibuat Kemenkes sulit menjangkau masyarakat. Akibatnya, masih ada masyarakat yang tidak paham apa itu penyakit kusta.
"Maka harus ada kerjasama antara pemerintah daerah, DPRD, hingga sektor swasta untuk meningkatkan Awareness soal kusta kepada masyarakat," tandasnya.
Stigma merupakan penyebab utama mengapa eliminasi sulit dilakukan. Stigma tidak hanya berasal dari orang lain, namun juga keluarga bahkan diri pasien sendiri.
"Stigma itu erat hubungannya dengan ketidaktahuan. Ketidaktahuan membuat orang tidak berobat, padahal kusta itu penyakit yang bisa diobati," tutur dr Subuh.
Sanitasi dan higienitas yang buruk, terutama di daerah Indonesia Timur, menjadi penyebab mengapa kusta sulit dieliminasi. Sanitasi dan higienitas yang buruk berhubungan dengan mudahnya kuman kusta untuk berkembang biak.
"Apalagi jika perilaku pribadinya tidak sehat, masih buang air sembarangan, kondisi rumah tidak sehat juga bisa meningkatkan risiko terserang kusta," paparnya.
Masih adanya sebagian kelompok masyarakat yang menganggap kusta tidak bisa disembuhkan dan merupakan kutukan membuat pasien sulit mendapat pelayanan kesehatan, yang malah membuatnya berisiko menularkan kusta ke orang lain.
"Masih ada lho, di Indonesia yang pasien kusta itu tidak boleh masuk masjid, dan tidak boleh kebaktian. Ini kan terjadi karena kurangnya informasi," tuturnya lagi.
Awareness atau kepekaan terhadap penyakit kusta yang rendah, terutama oleh pemerintah daerah, membuat program yang dibuat Kemenkes sulit menjangkau masyarakat. Akibatnya, masih ada masyarakat yang tidak paham apa itu penyakit kusta.
"Maka harus ada kerjasama antara pemerintah daerah, DPRD, hingga sektor swasta untuk meningkatkan Awareness soal kusta kepada masyarakat," tandasnya.
(mrs/vit)