Seperti dikemukakan dr Khanisyah Erza Gumilar, SpOG dari RSUD Dr Soetomo Surabaya. Secara umum, faktor risiko preeklampsia berulang tak jauh berbeda dengan preeklampsia yang terjadi pertama kali.
Pertama, riwayat hipertensi, kemudian riwayat keluarga dengan preeklampsia, hamil kembar, usia ibu lebih dari 35 tahun dan obesitas atau indeks massa tubuh (BMI) di atas 30.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dr dr Didi Danukusumo, SpOG(K) dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menambahkan, sebuah riset di Australia mengatakan paparan sperma juga ikut memberikan andil dalam munculnya risiko preeklampsia. Namun ini cenderung menurun di kehamilan kedua.
"Sperma itu benda asing kan untuk wanita. Tapi makin sering 'bertemu' jadi makin banyak dikenal dan reaksi peradangannya jadi makin rendah. Untuk itu pada kehamilan kedua, risikonya turun jadi 40 persen," tutur dr Didi dalam kesempatan terpisah.
Akan tetapi bukan berarti risiko preeklampsianya hilang begitu saja, sehingga ibu yang memiliki riwayat preeklampsia dan ingin mengandung lagi, harus melakukan pemeriksaan tensi secara rutin untuk memastikan risikonya.
Baca juga: Memahami Kondisi yang Bikin Kim Kardashian Dilarang Hamil Lagi
John R Barton, MD, ahli maternal-fetal dari Central Baptist Hospital, Lexington, Kentucky dalam risetnya di tahun 2008 juga menyebut, wanita dengan riwayat preeklampsia berisiko tinggi mengalami preeklampsia berulang, serta komplikasi kehamilan pada upaya berikutnya.
Selain itu, menurut Barton, dari beberapa studi yang sudah ada, tidak ditemukan biomarker tunggal yang dapat menjadi petunjuk utama untuk memprediksi adanya preeklampsia berulang.
Meski demikian, dikutip dari NCBI, besaran risikonya sangat bergantung pada usia kandungan ketika gejala preeklampsianya muncul, tingkat keparahan kondisinya, serta ada tidaknya gangguan kesehatan lain yang bisa memicu munculnya preeklampsia.
Namun bagi Barton tiap wanita yang memiliki riwayat preeklampsia harus tahu bahwa mereka berpeluang mengalami komplikasi yang lebih buruk di kehamilan berikutnya
Untuk itu, mereka harus mendapatkan monitoring secara rutin, utamanya terhadap gejala hipertensi atau preeklampsia. "Si calon ibu harus dimonitor secara ketat untuk mendeteksi adanya peningkatan tekanan darah dan protein dalam urine secara konsisten," pesannya.
Baca juga: Dokter: Semua Berisiko, Wanita Hamil Wajib Cek Tekanan Darah Tiap Kontrol! (lll/vit)











































