Terkait hal ini, dr Wiyarni Pambudi SpA, IBCLC mengatakan memang MPASI instan sudah diproduksi dengan aman dan mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI). Komposisinya pun mengikuti zat gizi yang disyaratkan untuk kebutuhan bayi. Jika dilihat dari segi kepraktisan, menurut wanita yang akrab disapa dr Wi ini mungkin saja praktis.
"Cuma concern-nya, sebisa mungkin ini sebagai alternatif aja. Karena kalau kita lihat, MPASI yang dibuat sendiri di rumah itu aset keluarga lho," kata dr Wi saat berbincang dengan detikHealth.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ibaratnya, kata dr Wi, menu MPASI bisa jadi resep turun menurun yang diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Beda kondisinya ketika seorang ibu lebih memilih MPASI instan, pastinya tidak ada resep yang diturunkan kepada sang anak kelak.
"Akhirnya berhenti di si ibu. Padahal, makanan lokal kita bervariasi lho," ujar dr Wi.
Terlebih, mengolah sendiri MPASI secara tidak disadark juga membuat Ibu lebih kreatif. Pasalnya, ibu diharapkan bisa memutar otak dalam memvariasikan menu agar si kecil tidak bosan. Meski demikian, keputusan dalam memberi anak MPASI dikembalikan lagi ke keputusan masing-masing keluarga.
Baca juga: Ini Alasannya MPASI Baru Diberi Saat Bayi Berusia 6 Bulan
Jangan lupa, dalam memberi MPASI untuk anak pastikan tujuh faktor pentingnya sudah terpenuhi. Apa saja? Ini dia ketujuh faktor berikut:
1. Usia
|
Foto: Thinkstock
|
2. Frekuensi
|
Foto: ilustrasi/thinkstock
|
3. Jumlah
|
Foto: thinkstock
|
4. Tekstur
|
Foto: ilustrasi/thinkstock
|
5. Variasi
|
Foto: Thinkstock
|
6. Responsif
|
Foto: ilustrasi/thinkstock
|
7. Kebersihan
|
Foto: thinkstock
|
Baca juga: Standar 'Emas' Makanan Bayi: IMD, ASI Eksklusif dan MPASI Bergizi
Halaman 2 dari 8











































