dr Andri SpKJ, FAPM, dari Klinik Psikosomatik RS Omni Alam Sutera mengatakan untuk dikategorikan sebagai terapi, harus ada pembuktian secara ilmiah. Selain itu, yang melakukannya pun haruslah terlatih dan terdidik secara profesional.
"Kalau dibilang itu terapi, ya harus dibuktikan dengan penelitian dan ada evidence. Kalau tidak ada buktinya ya jangan coba-coba dilakukan karena itu hanya klaim," tutur dr Andri kepada detikHealth.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga menyoroti klaim yang menyebut penyetruman yang dilakukan dapat meningkatkan konsentrasi siswa ketika belajar. Menurutnya klaim tersebut sangat tidak beralasan dan tidak bisa disamakan dengan terapi listrik pada pasien skizofrenia.
"Terapi pada pasien skizofrenia itu dilakukan oleh tenaga profesional kesehatan jiwa. Sehingga berbeda dengan apa yang dilakukan kepala sekolah di Malang kepada siswanya," tandas dokter yang aktif di twitter lewat akun @mbahndi ini.
Di sisi lain, menyetrum sebagai hukuman pun menurutnya tidak memiliki manfaat. Hukuman yang baik adalah hukuman yang bisa membuat anak menyadari bahwa perilakunya salah dan tidak akan mengulanginya lagi di kemudian hari.
Hukuman dalam bentuk fisik seperti menyetrum, memukul atau menempeleng malah berakibat buruk pada anak. Dikatakan dr Andri, bentuk hukuman seperti ini malah bisa menimbulkan perilaku agresif bagi anak dan menghambat perkembangan kognitifnya.
Daripada memberikan hukuman fisik, lebih baik anak diberi hukuman dalam bentuk time-out atau peniadaan. Misalnya ada siswa yang berulah di dalam kelas dan berlaku tidak baik kepada temannya, guru bisa meminta anak untuk melakukan time-out.
"Berdiri di pojokan, tidak ditegur dan tidak boleh main itu merupakan bentuk hukuman peniadaan. Ini lebih baik daripada anak ditempeleng atau dipukul pakai penggaris," tutupnya.
Baca juga: Kasus-kasus Tragis Saat Seseorang Kesetrum (mrs/vit)











































