Menurut data Badan Kesehatan Dunia, Indonesia memiliki kasus terbanyak dalam permasalahan campak pada anak-anak. Di tahun 2015, jumlahnya mencapai 4.750 kasus, termasuk di Jawa Timur dan Madura yang tercatat memiliki kasus terbanyak.
Hal ini dipaparkan oleh Dr Vinod Bura, Senior Epidemiologist WHO di sela-sela sosialisasi Komitmen Jawa Timur Mewujudkan Indonesia Bebas Campak dan Rubella di Graha Pena Surabaya baru-baru ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Bahaya Komplikasi Campak Jika Anak Tak Divaksin
Kendati demikian, pemerintah telah menyiapkan beberapa strategi untuk menyelesaikan masalah ini. Salah satunya dengan menggalakkan imunisasi campak dan rubella atau yang biasa dikenal dengan MMR.
Dalam rangka membebaskan anak dari virus-virus berbahaya tersebut, maka pemerintah telah mendistribusikan jutaan vile vaksin ke berbagai layanan kesehatan yang tersebar di pulau Jawa dan luar Jawa.
"7,4 juta vile sudah disebarkan ke beberapa lokasi di pulau Jawa dan luar Jawa," ungkap Staf Ahli Kementerian Kesehatan RI dr Pattiselanno Roberth Johan, MARS, dalam kesempatan yang sama.
Ditambahkan Pattiselanno, imunisasi campak dan rubella akan dijadwalkan digelar dalam dua fase. Fase pertama dimulai pada tanggal 1 Agustus - 31 September 2017 di DI Yogyakarta sebagai provinsi pertama yang menjalankannya, kemudian dilanjutkan pada tahun 2018, mencakup 28 provinsi di luar Pulau Jawa.
Baca juga: Marak Anti Vaksin, Beberapa Daerah Ini Pernah KLB Penyakit
Dikutip dari berbagai sumber, rubella atau campak german adalah penyakit infeksi virus yang ditandai dengan ruam merah pada kulit. Umumnya menyerang anak-anak dan remaja di usia 9 bulan-15 tahun.
Penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan pada organ-organ tubuh bayi, terutama ketika menyerang ibu hamil di usia kandungan kurang dari lima bulan. Sejumlah organ yang berisiko mengalami kerusakan akibat rubella ini di antaranya otak, hati, paru-paru, mata dan telinga. (lll/up)











































