Tapi tahukah Anda bahwa langka atau tidak sebetulnya konsumsi garam masyarakat Indonesia memang sudah perlu dibatasi. Hal ini karena menurut data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 sebanyak 26,2 persen penduduk Indonesia mengkonsumsi garam berlebih.
Baca juga: Ini Penyebab Pasokan Garam di Daerah Langka
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang selama ini overkonsumsi dan itu yang bisa kita koreksi," kata dr Andi Khomeini Takdir Haruni, SpPD, yang akrab disapa dr Koko dari Badan Data dan Informasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
"Anjurannya antara 1500-2300, data yang kita punya rerata (konsumsi natrium -red) itu 15 gram per hari. Itu 6-10 kali lipat normal. Bisa dibayangkan efeknya," ujar dr Koko ketika dihubungi detikHealth pada Selasa (1/8/2017).
Konsumsi garam tidak dilarang, namun harus dibatasi. Foto: Suparno |
Apa dampaknya ketika konsumsi garam berlebih terus dibiarkan? Satu hal yang dapat diperhatikan langsung adalah peningkatan prevalensi hipertensi.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan, dr Lily S. Sulistyowati, MM, mengatakan bahwa pada tahun 2013 prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 25,8 persen. Angka tersebut di tahun 2016 menurut Survei Indikator Kesehatan Nasional meningkat jadi 32,4 persen.
Dengan meningkatnya angka hipertensi tersebut maka dapat dipastikan angka penyakit yang menyertainya seperti stroke, penyakit jantung, dan gagal ginjal juga akan ikut meningkat.
"Usulan saya adalah edukator sodium (nama lain untuk natrium). Harus ada kader dalam masyarakat yang tugasnya khusus untuk restriksi (konsumsi) garam," pungkas dr Koko.
Baca juga: Mengapa Kelebihan Garam Bisa Bikin Hipertensi? (fds/up)












































Konsumsi garam tidak dilarang, namun harus dibatasi. Foto: Suparno