"Lehernya terlalu lemah, jadi saat ini hanya bisa baring," kata Ririn Saprina, ibu Zimaam saat dihubungi detikHealth, Minggu (13/8/2017).
Ketika berusia 1,5 bulan, Zimaam mengalami demam dan kejang. Oleh Ririn, Zimaam dibawa ke IGD (Instalasi Gawat Darurat) RSUD Cianjur. Pemeriksaan menunjukkan, Zimaam mengalami perdarahan intrakranial di otak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di usianya yang hampir 2 tahun saat ini, Zimaam mengalami hambatan pada perkembangan motorik. Sehari-hari ia hanya mampu berbaring, dan harus menjalani fisioterapi yang intensif di Bandung.
Baca juga: Kegemukan Saat Hamil Tingkatkan Risiko Cerebral Palsy pada Anak
"Zimaam harus fisioterapi seminggu sekali. Saya ngekost di Bandung sekarang," kata Ririn yang berprofesi sebagai freelance designer tersebut.
Yang menjadi kekhawatiran Ririn, dokter tidak bisa memperkirakan berapa lama buah hatinya akan butuh fisioterapi. Dari cerita para orang tua dengan penyakit serupa, proses fisioterapi untuk anak dengan cerebral palsy bisa memakan waktu bertahun-tahun. Dokter hanya menjanjikan untuk terus memantau perkembangannya.
"Kalau Zimaam bisa duduk, maka ada harapan kelak dia bisa berjalan," pungkas Ririn yang akhirnya membuka penggalangan dana untuk menutup biaya pengobatan Zimaam sejak operasi hingga kelak selesai fisioterapi.
Baca juga: Menginspirasi! Pria Ini Sukses Jadi Bodybuilder Meski Idap Cerebral Palsy
Zimaam belum bisa berguling di usia 20 bulan karena tubuhnya terlalu lemah. Foto: Ririn Saprina |
(up/up)












































Zimaam belum bisa berguling di usia 20 bulan karena tubuhnya terlalu lemah. Foto: Ririn Saprina