Namun, farmakolog dari Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr Zullies Ikawati, Apt menekankan bahwa sebaiknya amonium sulfat yang digunakan kategori food grade.
"Di Indonesia ada (amonium sulfat food grade), tapi pasti mahal. Produsen untuk mencapai hasil yang baik, why not?," ujarnya kepada detikHealth, Senin (2/10/2017).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Heboh Nata de Coco Campur Pupuk Urea di Majalengka, Ini Kata Pakar
"Concern yang besar perlu diarahkan terhadap kemungkinan adanya cemaran logam berat atau cemaran lain dari hasil sintesis pupuk ZA. Perlu diingat bahwa batas maksimal yg dibolehkan untuk cemaran pada pupuk tentu jauh lebih besar daripada batasan pada senyawa kimia untuk pangan (food grade), apalagi untuk obat (pharmaceutical grade)," jelasnya dikutip dari laman blog pribadinya, zulliesikawati.wordpress.com.
Pencemaran ini bisa dihilangkan dengan proses pembuatan yang tepat. Proses pembuatan nata de coco cukup panjang dan memakan waktu yang cukup lama.
"Prosesnya dicuci, sisanya dibuang. Direndam lagi semalaman, besoknya dicuci lagi. Proses pencuciannya berulang-ulang supaya zat-zat yang berbahaya hilang. Makanya dicuci sampai bersih. Habis dipotong-potong masih direbus lagi," tuturnya.
Maka dari itu penggunaan pupuk ZA atau urea dalam pembuatan nata de coco tidak bisa dibilang berbahaya apabila menggunakan dalam dosis dan proses pembuatan yang tepat.
Baca juga: Pupuk ZA atau Urea untuk Pembuatan Nata De Coco Harus Food Grade (wdw/fds)











































