Terinspirasi dari perjuangan para dokter, detikHealth merangkum beberbagai kisah inspiratif para dokter dalam rangka Hari Dokter Nasional yang jatuh setiap tanggal 24 Oktober.
1. Di bayar Rp 2.000 per pasien
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sudanto memang sudah pensiun sejak tahun 2003. Meski demikian, dia tetap membuka praktik di rumahnya di distrik Abepura. Dia merasa, tenaganya masih dibutuhkan warga.
"Kalau dibilang capek, ya capek. Tapi ini pengabdian dan masyarakat di sana masih membutuhkan," kata Sudanto usai menerima penghargaan Alumni Award atau penghargaan bagi insan UGM berprestasi di Gedung Graha Sabha Pramana (GSP) Universitas Gadjah Mada (UGM) di tahun 2009.
Baca juga: Pengabdian Sang Dokter Rp 2.000
2. Mengabdi di perbatasan RI-Timor Leste
dr Lailatul Fitriyah SpPD, yang merupakan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya ini memutuskan untuk mengabdikan diri di perbatasan RI dan Timor Leste. Meskipun banyak tawaran bertugas di kabupaten-kabupaten NTT lain, namun ia memutuskan untuk bergabung di RSPP Betun, Malaka.
Sebab menurutnya, Malaka merupakan kebupaten pemekaran yang berkembang cukup pesat dengan bupati yang sangat memperhatikan tingkat kesehatan masyarakatnya walau fasilitas yang menunjang di sana masih seadanya.
3. Mengedukasi pasien dengan banyolan
Memberi edukasi pada pasien bisa dilakukan dokter dengan cara yang serius ataupun lebih santai. Misalnya saja dengan mengeluarkan banyolan-banyolan seperti yang dilakukan dr Elisna Syahruddin PhD, SpP(K).
Sehari-hari, dokter yang berpraktik di RSUP Persahabatan ini memberika edukasi pada pasiennya dengan menyesuaikan dengan karakter si pasien. Menurut dr Elisna, ada pasien yang serius tapi ada juga yang tidak suka 'pembawaan' dokter yang serius sehingga jurusnya untuk melontarkan lelucon harus dikeluarkan sekali waktu.
4. Dokter Pembuluh Darah di Indonesia
Ada berbagai macam penyakit yang mengancam pembuluh darah (vaskuler) seperti kolesterol tinggi, hipertensi, stroke dan serangan jantung. Sayang, tak banyak dokter Indonesia yang mendalami bidang ini walaupun dokter di negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia sudah mulai memperhatikan masalah hal tersebut.
dr Suhartono pun menjadi resah dan membuatnya serius menekuni bedah vaskuler. Apalagi setelah melihat kenyataan makin banyak dokter asing yang berbondong-bondong ke Indonesia karena jumlah pengidap penyakit pembuluh darah cukup banyak.
"Saya lulus sebagai ahli bedah tahun 1996, saya melihat bahwa vaskuler kita itu sangat terlambat sehingga ini menjadi tantangan bagi saya untuk mengembangkan vaskuler di Indonesia. Karena orang luar sudah mengerjakan macam-macam sedangkan kita belum, tidak ada yang concern," terang dr Suhartono kepada detikHealth di tahun 2013.
Baca juga: Dr Suhartono, 1 dari 16 Dokter Pembuluh Darah Langka di Indonesia (ajg/up)











































