Jakarta -
Tak hanya larangan merokok di ruang publik atau pelarangan penjualan rokok bagi anak di bawah umur, negara-negara ini melakukan ragam terobosan unik untuk menegakkan pengendalian tembakau.
Kecanduan nikotin yang dialami perokok membuatnya sulit untuk berhenti. Bahkan sebuah penelitian menyebut seseorang baru bisa benar-benar berhenti merokok jika sudah 30 kali mencoba.
Nah, demi menjaga kesehatan masyarakat, sekaligus mengurangi beban keuangan untuk berobat akibat penyakit karena rokok, negara-negara ini pun melakukan terobosan unik untuk mengurangi jumlah perokok.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa saja? Berikut 4 di antaranya:
Baca juga: Penampakan Saluran Napas yang Tertutup Kanker, Masih Mau Merokok?
1. Beri libur tambahan
Foto: thinkstock
|
Sebuah perusahaan Jepang bernama Piala memberikan hari libur tambahan sebanyak 6 hari dalam setahun kepada pegawai yang tidak merokok. Hal ini merupakan kompensasi akibat jam masuk kerja dan pulang kerja yang sama dengan para perokok."Para perokok bisa menghabiskan 15 menit untuk merokok satu batang, dan dalam sehari bisa merokok hingga 6 sampai 10 batang. Namun mereka masuk dan pulang kerja di jam yang sama dengan pegawai yang tidak merokok, sehingga jam kerja mereka lebih sedikit," cerita Takao Asuka, salah satu petinggi perusahaan Piala, dikutip dari NY Times.
Hal inilah yang membuat Takao memberlakukan peraturan pemberian hari libur tambahan bagi pegawai yang tidak merokok. Terbukti, kebijakan ini mendapat respons baik dari para pegawai. Bahkan sudah ada 4 pegawai yang berhenti merokok sejak kebijakan ini dilakukan awal September lalu.
2. Larangan merokok di balkon
Foto: Thinkstock
|
Mulai tahun ini, pemerintah Finlandia melarang seseorang merokok di balkon rumah, terutama jika ada protes dari tetangga soal asap rokok."Kebijakan ini tergolong baru dan belum pernah ada, karena kebanyakan negara melakukan pelarangan di area publik tapi kami sudah merambah ke area privat," ujar Kaari Paaso, kepala unit pencegahan bahaya dari Ministry of Health and Social Affairs, dikutip dari CNN.
Tak hanya di balkon, penduduk Finlandia juga tak lagi diperkenankan menghisap rokok di mobil jika ada penumpang berusia 15 tahun ke bawah di dalamnya, tak peduli meski itu adalah kendaraan pribadi mereka.
3. Bungkus rokok polos
Foto: REUTERS/Chris Wattie
|
Australia menjadi negara pertama yang sukses menerapkan peraturan soal bungkus rokok polos. Di sana, rokok berbagai tipe dan mereka dijual dengan kemasan yang sama, dan ditutupi oleh pictorial health warning (PHW) ukuran besar.Kebijakan ini terbukti efektif karena setelah 4 tahun dilaksanakan, sekitar 300.000 orang perokok berhenti setiap tahunnya. Para mantan perokok mengaku kehilangan minat untuk merokok karena desain bungkus rokok yang tak lagi menarik.
4. Voucer bagi perokok hamil
Foto: Thinkstock
|
Rumah sakit di Prancis memberikan voucer pada ibu hamil yang merokok agar mau berhenti merokok, minimal selama kehamilan berlangsung. Hal ini merupakan respons dari studi yang menyebut 1 dari 5 wanita hamil di Prancis merupakan perokok aktif.Menteri Kesehatan Prancis, Marisol Touraine beberapa waktu lalu mengatakan, Prancis merupakan negara dengan ibu hamil perokok terbanyak di Eropa. Padahal kita tahu, merokok selama hamil dapat mengurangi suplai oksigen ke janin, sehingga meningkatkan risiko kelahiran prematur atau bayi dengan berat lahir yang rendah, bahkan bayi lahir mati.
Para ibu hamil diberi voucer senilai 20 Euro (sekitar Rp 300.000), dan secara bertahap voucher akan diberikan beberapa kali sampai mereka bisa mengumpulkan sekitar 300 Euro (Rp 4,5 juta).
Sebuah perusahaan Jepang bernama Piala memberikan hari libur tambahan sebanyak 6 hari dalam setahun kepada pegawai yang tidak merokok. Hal ini merupakan kompensasi akibat jam masuk kerja dan pulang kerja yang sama dengan para perokok.
"Para perokok bisa menghabiskan 15 menit untuk merokok satu batang, dan dalam sehari bisa merokok hingga 6 sampai 10 batang. Namun mereka masuk dan pulang kerja di jam yang sama dengan pegawai yang tidak merokok, sehingga jam kerja mereka lebih sedikit," cerita Takao Asuka, salah satu petinggi perusahaan Piala, dikutip dari NY Times.
Hal inilah yang membuat Takao memberlakukan peraturan pemberian hari libur tambahan bagi pegawai yang tidak merokok. Terbukti, kebijakan ini mendapat respons baik dari para pegawai. Bahkan sudah ada 4 pegawai yang berhenti merokok sejak kebijakan ini dilakukan awal September lalu.
Mulai tahun ini, pemerintah Finlandia melarang seseorang merokok di balkon rumah, terutama jika ada protes dari tetangga soal asap rokok.
"Kebijakan ini tergolong baru dan belum pernah ada, karena kebanyakan negara melakukan pelarangan di area publik tapi kami sudah merambah ke area privat," ujar Kaari Paaso, kepala unit pencegahan bahaya dari Ministry of Health and Social Affairs, dikutip dari CNN.
Tak hanya di balkon, penduduk Finlandia juga tak lagi diperkenankan menghisap rokok di mobil jika ada penumpang berusia 15 tahun ke bawah di dalamnya, tak peduli meski itu adalah kendaraan pribadi mereka.
Australia menjadi negara pertama yang sukses menerapkan peraturan soal bungkus rokok polos. Di sana, rokok berbagai tipe dan mereka dijual dengan kemasan yang sama, dan ditutupi oleh pictorial health warning (PHW) ukuran besar.
Kebijakan ini terbukti efektif karena setelah 4 tahun dilaksanakan, sekitar 300.000 orang perokok berhenti setiap tahunnya. Para mantan perokok mengaku kehilangan minat untuk merokok karena desain bungkus rokok yang tak lagi menarik.
Rumah sakit di Prancis memberikan voucer pada ibu hamil yang merokok agar mau berhenti merokok, minimal selama kehamilan berlangsung. Hal ini merupakan respons dari studi yang menyebut 1 dari 5 wanita hamil di Prancis merupakan perokok aktif.
Menteri Kesehatan Prancis, Marisol Touraine beberapa waktu lalu mengatakan, Prancis merupakan negara dengan ibu hamil perokok terbanyak di Eropa. Padahal kita tahu, merokok selama hamil dapat mengurangi suplai oksigen ke janin, sehingga meningkatkan risiko kelahiran prematur atau bayi dengan berat lahir yang rendah, bahkan bayi lahir mati.
Para ibu hamil diberi voucer senilai 20 Euro (sekitar Rp 300.000), dan secara bertahap voucher akan diberikan beberapa kali sampai mereka bisa mengumpulkan sekitar 300 Euro (Rp 4,5 juta).
(mrs/up)