Hal ini pun dijelaskan oleh Dr dr Irmansyah, SpKJ (K) kepada detikHealth bahwa respon tiap individu akan menjadi berbeda ketika menemui kejadian serupa WhatsApp, Senin (6/11/2017), di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta. Semua respon tergantung dari seberapa jauh keterikatan yang tercipta antara orang dengan media sosialnya.
"Beberapa orang punya keterikatan (dengan sosmed), punya cara komunikasi, dan punya gaya sendiri-sendiri. Dan bagi orang yang menjadikan medsos sebagai satu-satunya cara mereka berkomunikasi, atau itu jadi cara komunikasi yang utama bagi mereka, tentunya itu akan menjadi masalah untuk mereka. Ya seperti kita kehilangan sesuatu," komentarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun untuk mengatakan bahwa orang menjadi kecanduan, Dr Imansyah menuturkan hal tersebut harus melewati uji beberapa kriteria; berapa lama dia bermain, total berapa kali cek dalam satu jam, bagaimana kepuasan dia terhadap eksistensi dia (berapa banyak like), dan masih ada beberapa indikator lainnya. Sehingga, tingkat kecanduan dari satu orang ke orang lainnya juga memiliki perbedaan.
"Atau pertanyaan seperti kalau tidak punya akses internet, bagaimana rasanya. Ada sejumlah pertanyaan yang kita formulasikan untuk mengetahui 'oh iya, dia sudah ketergantungan," tutupnya.
Baca juga: Heboh Konten GIF Porno di WhatsApp, Mengapa Malah Jadi Penasaran?
(up/up)











































