Gadis tersebut mengaku awalnya sang pelaku sempat berdiri di belakangnya. Namun begitu sampai di stasiun Manggarai, penumpang bertambah dan membuat situasi kereta semakin sesak.
Ia berhasil bergeser. Hanya saja kemudian ia menyaksikan pelaku mengalihkan targetnya kepada orang lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ilustrasi keramaian stasiun kereta Foto: Rengga Sancaya |
Pelecehan semacam itu tentu membuat cemas siapapun yang jadi korbannya. Bahkan orang-orang di sekitarnya. Terlebih, aksi semacam ini biasanya terjadi di tempat umum seperti KRL yang tengah penuh sesak oleh penumpang.
Baca juga: Takut dan Paniknya Saksi Saat Lihat Pelecehan Seksual di KRL
"Tidak ada penyebab jelas dan pasti," jawab psikolog klinis dewasa, Christina Tedja, M.Psi, Psikolog, kepada detikHealth, ketika ditanya apa yang membuat orang bisa melakukan aksi cabul semacam itu.
Namun wanita yang akrab disapa Tina itu menduga ini ada kaitannya dengan gangguan seksual yang dialami si pelaku.
"Gangguan seksual itu biasa karena 'selera' pemuasan seksualnya yang tidak biasa atau di luar pada umumnya," papar psikolog yang berpraktik di Ciputra Medical Center, Lotte Shopping Avenue, Jakarta tersebut.
Kemungkinan lainnya adalah bilamana pelaku memiliki hasrat seksual yang tinggi akan tetapi tidak tersalurkan.
Meski demikian, Tina mengingatkan, biasanya orang dengan kecenderungan seperti ini juga memiliki daya kontrol diri yang minim sehingga berani melakukan pemuasan seks dengan cara apapun.
Baca juga: 7 Alasan Orang Melakukan Pelecehan Seksual
Ditambahkan psikolog forensik Reza Indragiri Amriel, kondisi KRL yang penuh sesak juga memberikan keuntungan tersendiri bagi si pelaku.
"Situasi ideal memang saat penumpang penuh sesak, karena korban potensial banyak. Pelaku juga bisa menyamarkan aksinya," tuturnya dalam kesempatan terpisah, beberapa waktu lalu.
Namun demikian, Reza mengatakan, aksi pelecehan seksual semacam ini bukan hanya soal kepuasan seks semata. "Motifnya, pelaku mencari pengakuan dari pihak lain bahwa dia dominan dan mampu mengendalikan pihak lain tersebut," ujarnya.
Seks, lanjut Reza, hanya menjadi instrumen untuk memenuhi kebutuhan akan kekuasaan itu. (lll/up)












































Ilustrasi keramaian stasiun kereta Foto: Rengga Sancaya