Di lingkungan keluarga miskin, perempuan menurut Kemuning kadang ketakutan ketika ingin melahirkan di bidan atau rumah sakit. Masalah biaya kadang menjadi pertimbangan perempuan melahirkan di dalam rumah.
Kedua, menurutnya adalah larangan dari keluarga besar. Ada keluarga yang masih percaya penanganan melahirkan diserahkan ke dukun beranak dan dilakukan di rumah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penduduk yang masuk kategori miskin ini menurutnya kemudian jarang tersentuh urusan kebijakan kesehatan. Atau kadang menurutnya tidak terlalu peduli denga jaminan kesehatan.
Masalah lain, menurutnya adalah kultur dan peran tokoh agama di lingkungan sekitar. Ada anggapan bahwa meninggal saat melahirkan adalah mati syahid. Padahal, menurut Kemuning itu bisa dicegah dengan penanganan kesehatan memadai.
Baca juga: Kisah Wanita Tangguh Layani Ibu Hamil di Pelosok Sulsel
Suatu hari, Kemuning cerita, ada seorang ibu umur 18 tahun asal Pontang. Ia menikah sudah dalam kondisi hamil. Karena faktor keluarga, perempuan tersebut tidak pernah periksa ke bidan atau tenaga kesehatan di desa karena malu.
Begitu mau melahirkan, perempuan tersebut dibawa ke rumah sakit dalam keadaan koma dan meninggal. Tidak memiliki jaminan dan tak ada catatan kesehatan karena keluarga yang tidak terbuka.
"Pasien ini nggak ada yang tahu, bidan desa nggak tahu. Keluarga menganggap ibu hamil tidak direncanakan aib. Kita tahu itu dosa, tapi jangan membuat dosa dua kali dengan membiarkan kematian ibu," katanya.
Sepanjang berdiri, Forum Peduli Kesehatan Ibu dan Anak (FOPKIA) memiliki ratusan relawan tersebar di 10 kecamatan di Serang. Para relawan melaporkan resiko tinggi yang ditemui di kampung dan desa.
"Mimpi kami sederhana, tidak ada ibu meninggal karena melahirkan, dan tidak ada bayi yang terlantar karena dia terlahir berbeda," katanya.
Baca juga: Para Perempuan Tangguh Ini Melahirkan di Tempat Tak Biasa
(bri/up)











































