Berdasarkan data, di tahun 2012 untuk masalah pengaplikasian cara tradisional berada di angka 5,1, akan tetapi di tahun 2017 angka ini mengalami penaikan menjadi 8,0 untuk masyarakat di perdesaan. Jika dibandingkan dengan perdesaan angkanya justru masih di bawahnya dengan hasil 4,9 pada tahun 2017.
"Dari hasil survei yang ada, adanya penurunan penggunaan kontrasepsi modern dan meningkatnya penggunaan kontrasepsi tradisional. Kita ingin menggali lebih dalam di balik angka tersebut apa yang terjadi," ujar Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN Dwi Listyawardani di sela acara 'Diseminasi Hasil Penelitian dan Pengembangan Kependudukan', Senin (29/1/2018), Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Tak Cuma di Desa, Mitos tentang Kontrasepsi pun Eksis di Kota
"Ini mau diteliti karena ini baru hasil survei dasar. Kita belum tau penyebabnya apa, tapi bisa jadi kan ditengarai di perkotaan, di kelompok pendidikan rendah, kami mencurigai bahwa itu di daerah miskin perkotaan. Jadi imigran banyak yang datang, penduduk mobile, bisa jadi karena akses pelayanan KB-nya kurang," jelas Dwi.
Masih menurut Dwi, sebenarnya pihak dari BKKBN sudah melakukan intervensi untuk pelayanan KB (Keluarga Berencana) di perkotaan termasuk juga untuk penduduk miskin perkotaan. Akan tetapi, karena sasaran yang cukup banyak serta ditambah dengan jumlah penduduk yang semakin banyak, hal ini belum bisa terjangkau secara maksimal.
Baca juga: Ini 9 Hal yang Harus Wanita Ketahui Soal Alat Kontrasepsi
(ask/up)











































