Tranplantasi hati biasanya terjadi ketika penerima donor atau disebut recipient mengalami sirosis hati atau gagalnya fungsi hati. Di Indonesia sendiri tranplantasi hati lebih banyak terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa.
"Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) ada 47 pasien yang sudah dilakukan tranplantasi hati sejak tahun 2010. 41 pasien anak, 6 pasien dewasa," ujar Dr dr Andri Sanityoso, SpPD-KGEH dari Departemen IPD Divisi Gastroenteritis Hepatologi RSCM saat konferensi pers Pengembangan Tranplantasi Hati di Gedung A Departemen Ilmu Bedah, Senin (7/5/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau awal direkrut selama ada hubungan darah atau family related," tegas dr Toar.
Sebelum melakukan transplantasi hati, baik donor maupun penerima harus melakukan serangkaian skrining untuk mengetahui baik buruknya kondisi keduanya, terutama fungsi hati pada pendonor haruslah sehat.
"Kalau ada calon yang mau menjalani transplantasi, ada proses yang harus dilalui untuk menjamin keberhasilan dari tranplantasi itu. Karena pasien dan donor pasti ada risikonya," lanjut dr Andri.
Ada tiga tahap untuk mencapai tranplantasi hati. Tahap pertama donor dan penerima harus melakukan skrining umum, seperti cek golongan darah, cek fungsi hati, ginjal, dan organ penting lainnya. Fungsi hati ditetapkan dengan meld score, yang baik untuk tranplantasi hati ada dalam rentang 15-30. Jika kurang atau lebih dari angka itu, penerima tidak bisa menerima donor hati karena risiko akan lebih berbahaya.
Jika lolos, tahap kedua yaitu pemeriksaan CT scan, MRI (magnetic resonance imaging), dan bahkan dilakukan biopsi untuk meyakinkan betul bahwa hatinya dalam keadaan normal dan bisa didonorkan. Apabila terdapat lemak hati (fatty liver), maka hati tersebut tidak dapat didonorkan. Kemudian barulah dilakukan tranplantasi.











































