Pada pasien gangguan saluran napas, dr Agus Dwi Susanto, SpP(K), dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia mengatakan sangat rentan kambuh saat terpapar abu vulkanik.
"Pada populasi sensitif, bisa terjadi penyempitan di saluran napas. Seperti pada orang asma atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)," ujarnya kepada detikHealth, Jumat (11/5/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Infeksi sekunder itu bisa jadi akut atau yang disebut ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)," tegasnya.
Misalnya pada pasien emfisema, menurut dokter spesialis paru dari Mayapada Hospital, dr Boedi Swidarmoko, SpP(K), kerusakan jaringan paru pada emfisema akan membuatnya kehilangan elastisitas. Kantung-kantung udara atau alveoli pada paru-paru pun rusak.
"Dia sudah ada emfisema kena pula masuk debu vulkanik. Penyakitnya jadi bronkitis emfisema. Jadi sudah sesak dan batuk-batuk dengan banyak dahak," jelas seperti dikutip dari artikel sebelumnya.
Untuk meminimalisir gangguan tersebut, bisa menggunakan oksigen dan terapi inhalasi dengan alat nebulizer. Selain itu bisa juga dengan obat-obat yang bersifat antiradang dan melebarkan saluran napas.
"Jadi reak-reak yang susah keluar karena saluran napasnya sempit, itu saluran napasnya sudah dilebarkan dan diencerkan reaknya bisa keluar," tandas dr Boedi.
(wdw/up)











































