Para ilmuwan sudah lama mencari hubungan antara depresi dan bahasa. Penelitian yang diterbikan di Clinical Psychological Science menunjukkan beberapa kelas kata yang dapat memprediksi apakah seseorang depresi.
"Terkadang, 'bahasa depresi' ini memiliki pengaruh yang kuat kepada orang lain," ujar salah satu peneliti, dikutip dari The Conversation.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Analisis linguistik dalam bidang ini membantu mencari perbedaan bahasa yang digunakan dalam esai pribadi atau buku harian orang yang menderita depresi dan yang tidak. Isi dari tulisan orang depresi cenderung menceritakan emosi negatif dan mereka menggunakan kata sifat yang negatif, seperti 'kesepian', 'sedih', dan 'menderita'.
Lebih menarik lagi, mereka lebih sering menggunakan kata ganti orang pertama tunggal, seperti 'aku' atau 'saya' dibandingkan kata ganti orang ketiga, seperti 'dia' dan 'mereka'. Ini membuktikan kalau mereka lebih fokus pada diri mereka sendiri dan merasa tidak terhubung dengan orang di sekitarnya.
Memahami 'bahasa depresi' dapat membantu kita mengerti orang-orang di sekitar kita yang memiliki gejala depresi, walaupun bahasa ini mungkin digunakan oleh orang yang tidak depresi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan lebih dari 300 juta orang di dunia menderita depresi, meningkat 18 persen dari tahun 2005. Dengan menciptakan alat-alat yang dapat mendeteksi kondisi seperti itu sangat penting untuk mencegah kasus bunuh diri seperti yang terjadi pada Kurt Cobain.











































