Dr Brigitte Lueger-Schuster, seorang psikolog dari University of Vienna, menjelaskan kalau masalah utamanya adalah kurangnya cahaya di dalam gua. Karena manusia terbiasa dengan struktur siang dan malam, maka mereka yang terlalu lama tinggal di dalam gelap bisa lebih stres karena pola tidur mereka terganggu.
"Jika pola tidur terganggu maka bioritme seluruh tubuh pun juga ikut terganggu", ujar Dr Lueger-Schuster, dikutip dari DW.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, mereka juga bisa memiliki trauma terhadap suara hujan, karena hujan yang menyebabkan mereka terjebak di dalam sana. Mereka juga bisa saja memiliki klaustrofobia atau fobia terhadap tempat sempit dan takut terjebak.
Setelah keluar dari gua, para remaja lebih baik bersama orang tuanya dan dijauhkan dari publik. Hal ini dilakukan supaya mereka dapat pulih di tempat yang nyaman dan aman.
Dr Lueger-Schuster menjelaskan, dari pengalaman ini mereka akan menjadi lebih tangguh di kemudian hari. Mereka pernah mengalami stres parah dan memiliki pengalaman tentang sesuatu yang sangat berat, ditambah dengan gangguan psikologis.
Setelah itu mereka mendapatkan perawatan dan terapi yang pantas dengan melibatkan lingkungan sosialnya. Inilah yang disebut dengan 'post-traumatic growth'.
"Mereka mungkin menjadi lebih sensitif dan lebih aktif secara sosial. Karena pengalaman traumatis itu mereka mengenal 'beauty of life'. Ini dampak positif yang didapatkan dari pengalaman yang buruk," pungkas Dr Lueger-Schuster.
(frp/up)











































