Sistem layanan kesehatan di Denmark memang didesain untuk 'membatasi' kunjungan ke rumah sakit. Ketika seseorang sakit, mereka akan dilayani oleh General Practitioner (GP) atau dokter keluarga. Jika memang tidak bisa ditangani oleh dokter tersebut, barulah orang tersebut akan dirujuk ke dokter spesialis di rumah sakit.
"GP yang menjadi penjaga gawang. Sembilan puluh persen pasien tertangani di GP dan hanya 10 persen yang dirujuk ke rumah sakit," kata Jens Rastrup Andersen dari Sundhed.dk, sebuah portal resmi untuk layanan kesehatan di Demark.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekali konsultasi bisa sampai 3.500 kroner Denmark. Sekitar Rp 7 juta," katanya saat menyambut delegasi Kementerian Kesehatan RI di Kedutaan Besar RI di Kopenhagen.
Direktur Layanan Kesehatan Primer Kementerian Kesehatan RI, drg Saraswati, MPH menyebut rasio dokter layanan primer menjadi salah satu tantangan utama untuk mewujudkan sistem semacam itu. Jika di Denmark rasionya 1 dokter menangani sekitar 1.600 pasien, di Indonesia 1 dokter masih ada yang menangani hingga 10.000 pasien.
"Masih ada maldistribusi di tempat kita," kata drg Saras.
Selain itu, kompetensi dokter layanan primer juga masih butuh peningkatan. Menurut drg Saras, dari 144 diagnosis yang seharusnya bisa ditangani oleh dokter layanan primer, saat ini baru 100-120 diagnosis yang bisa ditangani di layanan primer.
Sedangkan dari sisi pasien, Direktur Kepatuhan, Hukum, dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan dr H Bayu Wahyudi SpOG, MPHM, MHKes, MM menekankan perlunya edukasi. Bahwa untuk mendapatkan layanan spesialistik, pasien perlu mendapat rujukan terlebih dahulu dari dokter layanan primer.
"Di kita, setengah jam saja tidak dilayani dokter spesialis sudah ribut di media sosial," kata dr Bayu.











































