Teguh Dartanto dari Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) mengatakan bahwa perilaku konsumsi rokok orang tua akan memengaruhi kualitas makanan anak-anaknya. Hal ini berlaku terutama pada keluarga kelas ekonomi menengah ke bawah di mana anggaran belanja rumah tangganya terbatas.
Ketika orang tua membelanjakan uang lebih untuk rokok, cenderung membuat konsumsi makanan keluarga tersebut bergizi lebih rendah dibandingkan keluarga bukan perokok. Dengan asupan gizi yang kurang anak-anak jadi tidak bisa tumbuh optimal berdampak pada tinggi badan dan juga kepintarannya (stunting).
Menggunakan data dari Survei Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1993-2014, para peneliti menemukan anak dari orang tua perokok rata-rata memiliki berat badan 1,5 kg lebih rendah dan 1,3 cm lebih pendek dibandingkan anak dari orang tua bukan perokok. Hal ini sudah memperhitungkan faktor lain seperti misalnya genetik.
"Orang tua perokok menyebabkan stunting pada anak dan stunting pada anak merupakan faktor penting dalam menentukan kecerdasan," papar Teguh dalam acara Jaringan Perempuan Peduli Pengendalian Tembakau (JP3T) di Hotel Grand Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (30/8/2018).
Peneliti lainnya Triasih Djutaharta dari Lembaga Demografi UI dalam studi yang terpisah merinci lebih spesifik bahwa rata-rata keluarga perokok 'mengorbankan' anggaran belanja susu dan telur untuk rokok. Ketika harga rokok naik namun masih dalam jangkauan maka belanja komoditas makanan tersebut yang akan dikurangi.
"Ada komoditas pangan yang dikorbankan, paling besar adalah telur dan susu. Itu komoditas untuk anak-anak. Jadi dugaan bahwa stunting di Indonesia itu ada dampak dari rokok terhadap perubahan pola konsumsi telur dan susu," kata Triasih ditemui dalam acara yang sama.
Saksikan juga video 'WHO: Rokok Penyebab Utama Kematian dan Penyakit':
(fds/up)